BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sosiologi
sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun
bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut
pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan,
sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini
mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya
sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra
menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan
bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya,
fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari,
bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu
diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan,
analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam
bentuk karya sastra.
Sastra
menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri
dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan
antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi
dalam batin seseorang. Maka, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia
dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah
"kebenaran" penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Namun Wellek
dan Warren mengingatkan, bahwa karya sastra memang mengekspresikan kehidupan,
tetapi keliru kalau dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Hal ini
disebabkan fenomena kehidupan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut
kadang tidak disengaja dituliskan oleh pengarang, atau karena hakikat karya
sastra itu sendiri yang tidak pernah langsung mengungkapkan fenomena sosial,
tetapi secara tidak langsung, yang mungkin pengarangnya sendiri tidak tahu.
Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang- orang yang
berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang
pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, karya
sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa
pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah
dihayatinya.
Dengan
demikian, sebuah karya sastra tidak pernah berangkat dari kekosongan sosial.
Artinya karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu
dan menceritakan kebudayaan-kebudayaan yang melatarbelakanginya. Berangkat dari
uraian tersebut, dalam tulisan ini akan diuraikan pengertian Sosiologi Sastra
sebagai Pendekatan dalam Menganalisis Karya Sastra dan contoh penerapan dalam
menganalisis karya sastra tersebut.
B. Batasan Masalah
Dalam makalah ini kami membatasi pembahasan
mengenaipengertian sosiologi sastra serta penerapannya dalam menganalisis karya
sastra.
C.
Rumusan
Masalah
Apakah
yang dimaksud dengan sosiologi sastra dan bagaimana penerapannya dalam
menganalisis sebuah karya sastra?
D.
Tujuan
Penulisan
Untuk menjelaskan
pengertian sosiologi sastra dan penerapannya dalam menganalisis sebuah karya
sastra.
E.
Manfaat
Penulisan
Melalui makalah ini
diharapkan pembaca dapat mengetahui pengertian sosiologi sastra dan dapat menggunakan
pendekatan tersebut dalam menganalisis sebuah karya sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sosiologi
Sastra sebagai Pendekatan dalam Menganalisis Karya Sastra
Sosiologi
sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sos
(Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos) berarti
sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti
mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti
alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama
yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra
sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral.Sosiologi adalah ilmu
objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sain)
bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra bersifat
evaluatif, subjektif, dan imajinatif.
Menurut
Ratna (2003: 2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu
dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya
sastra dengan masyarakat, antara lain :
1. Pemahaman
terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek kemasyarakatannya
2. Pemahaman
terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang
terkandung di dalamnya.
3. Pemahaman
terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakatyang
melatarbelakangi.
4. Sosiologi
sastra adalah hubungan dua arah (dialektik) anatara sastra denganmasyarakat,
dan
5. Sosiologi
sastra berusaha menemukan kualits interdependensi antara sastra dengan
masyarakat.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra tidak terlepas dari
manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya sastra sebagai objek yang
dibicarakan.
Sosiologi sebagai
suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masih mempertimbangkan karya sastra
dan segi-segi sosial Wellek dan Warren (1956: 84, 1990: 111) membagi sosiologi
sastra sebagai berikut.
1. Sosiologi
pengarang, profesi pengarang, dan istitusi sastra, masalah yang berkaitan di
sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status
pengarang, dan idiologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan
pengarang di luar karya sastra, karena setiap pengarang adalah warga
masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah
sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal
dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau
posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah
sosiologi pengarang (Wellek dan Warren,1990:112)
2. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya
sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat
dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum
dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai
potret kenyataan sosial. (Wellek dan Warren, 1990:122). Beranggapan dengan
berdasarkan pada penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi Inggris yang
pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Bagi
Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber
sejarah peradaban.
3. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan
dampak sosial karya sastra, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat;
seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang
meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.
Klasifikasi
Wellek dan Warren sejalan dengan klasifikasi Ian Watt (dalam Damono, 1989: 3-4)
yang meliputi hal-hal berikut.
1. Konteks
sosial pengarang, dalam hal ini ada kaitannya dengan posisi sosial sastrawan
dalam masyarakat, dan kaitannya dengan masyarakat pembaca termasuk juga
faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya, yang terutama
harus diteliti yang berkaitan dengan : (a) bagaimana pengarang mendapat mata
pencahariannya, apakah ia mendapatkan dari pengayoman masyarakat secara
langsung, atau pekerjaan yang lainnya, (b) profesionalisme dalam
kepengaragannya, dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.
2. Sastra
sebagai cermin masyarakat, maksudnya seberapa jauh sastra dapat dianggap carmin
keadaan masyarakat. Pengertian “cermin” dalam hal ini masih kabur, karena itu,
banyak disalahtafsirkan dan disalahgunakan.
Yang
harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra sebagai cermin masyarakat adalah
(a) sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu
ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat ditampilkan dalam karya itu sudah
tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis, (b) sifat “lain dari yang lain”
seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta
sosial dalam karyanya, (c) genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu
kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh mayarakat, (d) sastra yang
berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya mungkin saja
tidak dapat dipercaya sebagai cermin masyarakat. Sebaliknya, sastra yang sama
sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat mungkin masih dapat
digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat
tertentu. Dengan demikian, pandangan sosial pengarang diperhitungkan jika
peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.
Fungsi
sosial sastra, maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan
nilai-nilai sosial.
Dalam hubungan ini ada tiga hal yang harus
diperhatikan (1) sudut pandang ekstrim kaum Romantik yang menganggap sastra
sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus
berfungsi sebagai pengbaharu dan perombak, (2) sastra sebagai penghibur saja,
dan (3) sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. Dalam bukunya A
Glossary of Literature Term. Abrams menulis bahwa dari sosiologi sastra ada
tiga perhatian yang dapat dilakukan oleh kritikus atau peneliti yaitu:
1.
Penulis dengan lingkungan budaya tempat ia tinggal.
2.
Karya, dengan kondisi sosial yang direfleksikan di dalamnya.
3.
Audien atau pembaca (1981: 178).
Lain
halnya dengan Grebsten (dalam Damono, 1989) dalam bukunya mengungkapkan istilah
pendekatan sosiologi kultural terhadap sastra dengan kesimpulan sebagai berikut
1. Karya
sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan dari lingkungan
atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya. Ia harus dipelajari
dalam konteks yang seluas-luasnya dan tidak hanya dirinya sendiri. Setiap karya
sastra adalah hasil dari pengaruh timbal-balik yang rumit dari faktor-faktor
sosial dan kultural. Karya sastra itu sendiri merupakan objek kultural yang
rumit. Bagimanapun karya sastra bukanlah suatu gejala yang tersendiri.
2. Gagasan yang ada dalam karya sastra sama
pentingnya dengan bentuk dan teknik penulisannya, bahkan boleh dikatakan bahwa
bentuk dan teknik itu ditentukan oleh gagasan tersebut. Tak ada karya sastra
yang besar yang diciptakan berdasarkan gagasan sepele dan dangkal; dalam
pengertian ini sastra adalah kegiatan yang sungguh-sungguh.
3. Setiap karya sastra yang bisa bertahan lama
pada hakikatnya adalah suatu moral, baik dalam hubungannya dengan kebudayaan
sumbernya maupun dalam hubungannya dengan orang per orang. Karya sastra bukan
merupakan moral dalam arti yang sempit, yaitu yang sesuai dengan suatu kode
atau tindak tanduk tertentu, melainkan dalam pengertian bahwa ia terlibat di
dalam kehidupan dan menampilkan tanggapan evaluatif terhadapnya. Dengan
demikian sastra adalah eksprimen moral.
4. Masyarakat dapat mendekati karya sastra dari
dua arah. Pertama, sebagai sesuatu kekuatan atau faktor material, istimewa, dan
kedua, sebagai tradisi yakni kecenderungan spiritual kultural yang bersifat
kolektif. Dengan demikian bentuk dan isi karya sastra dapat mencerminkan
perkembangan sosiologi, atau menunjukkan perubahan-perubahan yang halus dalam
watak kultural.
5. Kritik sastra seharusnya lebih dari sekedar
perenungan estetis yang tampa pamrih ia harus melibatkan diri dalam suatu tujuan
tertentu. Kritik adalah kegiatan yang terpenting yang harus mampu mempengaruhi
penciptaaan sastra tidak dengan cara mendikte sastrawan agar memilih tema
tertentu misalnya, melainkan dengan menciptakan iklim tertentu yang bermanfaat
bagi penciptaan seni besar.
6. Kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra
masa silam maupun sastra masa depan. Dari sumber sastra yang sangat luas itu
kritikus harus memilih yang sesuai untuk masa kini. Perhatiannya bukanlah
seperti pengumpul benda-benda kuno yang kerjanya hanya menyusun kembali, tetapi
memberi penafsiran seperti yang dibutuhkan oleh masa kini. Dan karena setiap
generasi membutuhkan pilihan yang berbeda-beda, tugas kritikus untuk menggali
masa lalu tak ada habisnya.
Lanjut
Damono (1989: 14) mengemukakan bahwa segala yang ada di dunia ini sebenarnya
merupakan tiruan dari kenyataan tertinggi yang berada di dunia gagasan. Seniman
hanyalah meniru apa yang ada dalam kenyataan dan hasilnya bukan suatu
kenyataan. Pandangan senada dikemukakan oleh Teeuw (1984- 220) mengatakan bahwa
dunia empirek tak mewakili dunia sesungguhnya, hanya dapat mendekatinya lewat
mimesis, penelaahan, dan pembayangan ataupun peniruan. Lewat mimesis,
penelaahan kenyataan mengungkapkan makna, hakikat kenyataan itu. Oleh karena
itu, seni yang baik harus truthful berani dan seniman harus bersifat modest,
rendah hati. Seniman harus menyadari bahwa lewat seni dia hanya dapat mendekati
yang ideal.
Endraswara dalam bukunya Metodologi
Pengajaran Sastra, memberi pengertian bahwa sosiologi sastra adalah penelitian
yang terfokus pada masalah manusia karena sastra sering mengungkapkan
perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi,
perasaan, dan intuisi (2003: 79). Sementara, Faruk (1994: 1) memberi pngertian
bahwa sosiologi sastra sebagai studi ilmiah dan objektf mengenai manusia dalam
masyarakat, studi mengenai lembaga dan proses-proses sosila. Selanjutnya,
dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana
masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu
bertahan hidup.
Lewat
penelitian mengenai lembaga-lembaga sosial, agama, ekonomi, politik dan
keluarga yang secara bersama-sama membentuk apa yang disebut sebagai struktur
sosial, agama, ekonomi, politik, dan keluarga yang secara bersama-sama
membentuk apa yang disebut sebagai struktur sosial, sosiologi dikatakan
memperoleh gambaran mengenai cara-cara menyesuaikan dirinya dengan dan
ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme
sosialitas, proses belajar secara kultural yang dengannya individu-individu
dialokasikannya pada dan menerima peranan tertentu dalam struktur sosial itu.
Sosiologi
sastra memiliki perkembangan yang cukup pesat sejak penelitian-penelitian yang
menggunakan teori strukturalisme dianggap mengalami stagnasi. Didorong oleh
adanya kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek
kebudayaan yang lain, maka karya sastra harus dipahami sebagai bagian yang tak
terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan.
Menurut Ratna (2003: 332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut.
Menurut Ratna (2003: 332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut.
1. Karya
sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh
penyalin, ketiganya adalah anggota masyarakat.
2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap
aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga
difungsikan oleh masyarakat.
3. Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan
dipinjam melalui kompetensi masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung
masalah kemasyarakatan.
4. Berbeda denga ilmu pengetahuan, agama, dan
adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik,
etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap
ketiga aspek tersebut.
5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah
hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu
karya.
Berdasarkan
uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui
tiga perspektif, pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti
menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya.
Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang.
Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan
sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis
penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
Sosiologi
karya sastra itu sendiri lebih memperoleh tempat dalam penelitian sastra karena
sumber-sumber yang dijadikan acuan mencari keterkaitan antara permasalahan
dalam karya sastra dengan permasalahan dengan masyarakat lebih mudah diperoleh.
Di samping itu, permasalahan yang diangkat dalam karya sastra biasanya masih
relevan dalam kehidupan masyarakat. Sastra dapat dikatakan sebagai cermin
masyarakat, atau diasumsikan sebagai salinan kehidupan, tidak berarti struktur
masyarakat seluruhnya dapat tergambar dalam sastra. Yang didapat di dalamnya
adalah gambaran masalah masyarakat secara umum ditinjau dari sudut lingkungan
tertentu yang terbatas dan berperan sebagai mikrokosmos sosial. Seperti
lingkungan bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat jelata, dan sebagainya.
Perkembangan
sosiologi sastra modern tidak terlepas dari Hippolyte Taine, seorang ahli
sosiologi sastra modern yang pertama membicarakan latar belakang timbulnya
karya sastra besar, menurutnya ada tiga faktor yang mempengaruhi, yaitu ras,
saat, dan lingkungan (Abrams, 1981: 178).
Hubungan timbal-balik antara ras, saat, dan
lingkungan inilah yang menghasilkan struktur mental pengarang yang selanjutnya
diwujudkan dalam karya sastra. Taine, menuruskan bahwa sosiologi sastra ilmiah
apabila menggunakan prinsip-prinsip penelitian seperti ilmu pasti, hukum. Karya
sastra adalah fakta yang multi-interpretable tentu kadar “kepastian” tidak
sebanding dengan ilmu pasti. Yang penting peneliti sosiologi karya sastra
hendaknya mampu mengungkapkan hal ras, saat, dan lingkungan.Berkaitan dengan
sosiologi sastra sebagai kajian Eagleton (1983), mengemukakan bahwa sosiologi
sastra menonjol dilakukan oleh kaum Marxisme yang mengemukakan bahwa sastra
adalah refleksi masyarakat yang dipengaruhi oleh kondisi sejarah. Sastra
karenanya, merupakan suatu refleksi llingkungan budaya dan merupakan suatu teks
dialektik antara pengarang. Situasi sosial yang membentuknya atau merupakan
penjelasan suatu sejarah dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra.
Sebagaimana
yang dikemukakan Damono, Swingewood (1972: 15) pun mengingatkan bahwa dalam
melakukan analisis sosiologi terhadap karya sastra, kritikus harus berhati-hati
dengan slogan “sastra adalah cermin masyarakat’’. Hal ini melupakan pengarang,
kesadaran, dan tujuannya. Dalam melukiskan kenyataan, selain melalui refleksi,
sebagai cermin, juga dengan cara refleksi sebagai jalan belok. Seniman tidak
semata melukiskan keadaan sesungguhnya, tetapi mengubah sedemikian rupa
kualitas kreativitasnya. Dalam hubungan ini Teeuw (1984: 18-26) mengemukakan
ada empat cara yang mungkin dilalui, yaitu (a) afirmasi ( merupakan norma yang
sudah ada, (b) restorasi ( sebagai ungkapan kerinduan pada norma yang sudah
usang), (c) negasi (dengan mengadakan pemberontakan terhadap norma yang sedang
beralaku, (d) inovasi (dengan mengadakan pembaharuan terhadap norma yang ada).
Berkenaan
dengan kaitan antara sosiologi dan sastra tampaknya Swingewood (1972: 15)
mempunyai cara pandang bahwa suatu jagad yang merupakan tumpuan kecemasan,
harapan, dan aspirasi manusia, karena di samping sebagai makhluk sosial budaya
akan sangat sarat termuat dalam karya sastra. Hal inilah yang menjadi bahan
kajian dalam telaah sosiologi sastra.
B.
Penerapan Pendekatan Sosiologis dalam Menganalisis Sebuah
Karya Sastra
Pengkajiansastradapatmemahamidanmenelaahkaryasastradarisosiologipengarang,sosiologikarya,dansosiologipembaca.Melaluisosiologipengarangmisalnyaakandikaji
novel. PramoedyaAnantaToerBumiManusiadenganhubungandenganlatarsosialpengarang
yang berasaldariBlorasebuahkota di perbatasanJawa Tengah danJawaTimur.
Iaanaksulungdarisembilanbersaudara. Ayahnyaadalahnasionalistulen yang
sebelumperangikutdalamberbagaikegiatan,
tetapisecarapolitiktidaktergolongsayapkiri.Gelarbangsawan “Mas”
iacoretdarinamanya, hingga Pram kecilbertahun-tahunkemudianmasihmelihatcoretan
di awalpapannama di rumah orang
tuanya. Contohpenerapansosiologikaryasastradalamhubungannyadenganmasalahsosialadalahpengkajian
novel BumiManusiadenganmengaitkannyadenganrealitaskehidupan yang terjadidalammasyarakat.
Novel
tersebutdipahamidalamhubungannyadenganmasalahlatarceritahukumBelandadanhubunganantarapribumidan
orang Belanda yang memilikihubunganbersekatantaratuankelasatasdankaumrendahan.
Sejarahmencatatkaumpribumiberadapadabawah.bahkandibawahCinasecarahubunganhirarkidalamsejarahkekuasaanBelanda.
Novel inimembuatpembacamengertihubunganNyai yang
bukanlahseorangMeufrowataunyonya.Hukumbelanda yang
takberpihakkaumpribumi.Sampaiposisikaumterdidik yang
tetaptaksamadengankamuterdidikdariketurunanBelanda. Ceritainimenggambarkankeadaanstruktursosial,
ekonomidanbudayapadajamannya.setiapmanusiamenempatiposisinyamasing-masing.
Sebagaibuktistruktursosialberlakusampaisekarang
Selanjutnya,
penerapansosiologipembacaBumiManusiasebagaikaryasastra yang
tergolongbanyakdibacadanditanggapimasyarakat.Walaupunmotivasiparapembacadalammembaca
novel tersebutmungkinbermacam-macam, misalnyaada yang menganggapnyasebagaihiburan belaka.Ada yang
tertarikkarenaceritanyatentangkehidupanseorangnyai yang kuat, prinsif,
danobjektif.Hal inijugadidukungolehfaktabahwaBukuiniditulisPramoedyaAnantaToerketikamasihmendekam
di Pulau Buru.Sebelumditulispadatahun 1975, sejaktahun 1973
terlebihdahulutelahdiceritakanulangkepadateman-temannya.Setelahditerbitkan,
BumiManusiakemudiandilarangberedarsetahunkemudianatasperintahJaksaAgung.
Sebelumdilarang, bukuinisuksesdengan 10 kali cetakulangdalamsetahunpada
1980-1981.Sampaitahun 2005, bukuinitelahditerbitkandalam 33 bahasa.
Pada September 2005, bukuiniditerbitkankembali di
Indonesia olehLenteraDipantara.Bukuinimelingkupimasakejadianantaratahun 1898
hinggatahun 1918,
masainiadalahmasamunculnyapemikiranpolitiketisdanmasaawalperiodeKebangkitanNasional.
MasainijugamenjadiawalmasuknyapemikiranrasionalkeHindiaBelanda,
masaawalpertumbuhanorganisasi-organisasi modern yang jugamerupakanawalkelahirandemokrasipolaRevolusiPerancis.
BAB III
PENUTUP
A.
Interpretasi
Pendekatansosiologisastramenaruhperhatianpadaaspekdokumentersastra,
denganlandasansuatupandanganbahwasastramerupakangambaranataupotretfenomenasosial.Padahakikatnya, fenomenasosialitubersifatkonkret,
terjadi di sekelilingkitasehari-hari, bisadiobservasi, difoto,
dandidokumentasikan.Olehpengarang,
fenomenaitudiangkatkembalimenjadiwacanabarudengan proses kreatif (pengamatan,
analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dansebagainya)
dalambentukkaryasastra.
Pengarangmerupakananggota yang
hidupdanberhubungandengan orang- orang yang beradadisekitarnya, makadalam
proses
penciptaankaryasastraseorangpengarangtidakterlepasdaripengaruhlingkungannya.
Olehkarenaitu,karyasastra yang
lahirditengah-tengahmasyarakatmerupakanhasilpengungkapanjiwapengarangtentangkehidupan,
peristiwa, sertapengalamanhidup yang telahdihayatinya.Dengandemikian, sebuah karyasastratidakpernahberangkatdarikekosongansosial.Artinyakaryasastraditulisberdasarkankehidupansosialmasyarakattertentudanmenceritakankebudayaan-kebudayaan
yang melatarbelakanginya.
B. Kesimpulan
Perkembangansosiologisastramerupakanperkembangandaripendekatanmimetik
yang
memahamikaryasastradalamhubungannyadenganrealitasdanaspeksosialkemasyarakatan.Sebagaisalahsatupendekatandalamkritiksastra,
sosiologisastradapatmengacupadacaramemahamidanmenilaisastra yang mempertimbangkansegi-segikemasyarakatan
(sosial).
C.
Saran
Sastramenyajikangambarankehidupan,
dankehidupanitusendirisebagianbesarterdiridarikenyataansosial.Dalampengertianini,
kehidupanmencakuphubunganantarmasyarakatdengan orang-orang, antarmanusia,
antarperistiwa yang terjadidalambatinseseorang. Maka,
memandangkaryasastrasebagaipenggambaranduniadankehidupanmanusia, kriteriautama
yang dikenakanpadakaryasastraadalah “kebenaran” penggambaran, atau yang
hendakdigambarkan. Oleh sebab itu,
menganalisis karya sastra melalui pendekatan sosiologi dapat mengantar kita
kepada pemahaman mendalam terhadap suatu karya sastra tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM
Press.
http://www.scribd.com/doc/21269307/MENGANALISIS-KARYA-SASTRA-DENGAN-MENGGUNAKAN-PENDEKATAN-SOSIOLOGIS,
diunduh tanggal 1,April 2012.
http://www.scribd.com/doc/19072121/Pendekatan-Dalam-Penelitian-Sastra,
diunduh tanggal 1,April 2012.
http://bocahsastra.wordpress.com/2012/03/16/pendekatan-sosiologi-sastra-sebagai-alat-analisa-novel/, diunduh tanggal 1,April 2012.
http://bocahsastra.wordpress.com/2012/03/16/pendekatan-sosiologi-sastra-sebagai-alat-analisa-novel/, diunduh tanggal 1,April 2012.
SOSIOLOGI
SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM MENGANALISIS KARYA SASTRA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Telaah Prosa
Yang dibina oleh Dr. Abdurahman, M.Pd.
KELOMPOK 1
ARFIKA
DIANA 18175/2010
ISRAK
AL QADRI 18145/2010
INONG
ELISTIA 54445/2010
BOY
ARYA PUTRA 18149/2010
RAHMAT
FEBRIMA 18167/2010
Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas
Negeri Padang
2012
SOSIOLOGI
SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM MENGANALISIS KARYA SASTRA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Telaah Prosa
Yang dibina oleh Dr. Abdurahman, M.Pd.
KELOMPOK 6
Cici Frandila Sari/ 15715
Desi Resmita/15705
Dewi Firmadani/15699
Era Susanti/17323
Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas
Negeri Padang
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar