Selasa, 06 November 2012

Analisis Novel Pengakuan Pariyem


Analisisis Novel Pengakuan Pariyem

diajukan untuk memenuhi ujian tengah semester mata kuliah kritik sastra yang dibina oleh
Zulfadhli, M.Pd.




 








Oleh
Inong Elistia
54445/2010





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PADANG
2012


 


Analisis Novel Pengakuan Pariyem

1.      Penokohan
Tokoh utama dalam novel “Pengakuan pariyem ini adalah periyem yang biasa di panggil Iyem. Dalam Novel ini diceritakan kalau Iyem seorang yang gesit sebagai dalam bekerja.Iyem berusia 25 tahun yang bernama lengkap Maria Magdalena pariyem yang berprofesi sebagai babu nDalem Suryomentaraman. Dalam novel ini sifat pariyem lugu, penurut, patuh,mengerti akan karma dan jujur .Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan dibawah ini.
Pariyem, nama saya
lahir di wonosari gunung kidul pulau jawa
tapi kerja di kota pedalaman ngayogyakarta
 umur saya 25 tahun.(hal. 1)
Ya,ya pariyem saya,
 maria magdalena pariyem lengkapnya
“iyem” panggilan sehari-harinya, dari wonosari gunung kidul
 sebagai  babu  ndoro kanjeng cokro sentono
di ndalem suryomentaraman ngayogyakarta.( hal. 29)
Untuk mengaku pada sembarang orang
ah, ya, mana saya sudi?
“sedang saya pantang dusta
 bila saya dusta pada orang lain
 orang lain akan dusta sama saya
-saya kuwalat
 saya kena hukum karma namanya(hal. 59-60)
Dapat dilihat pada kutipan diatas kalau pariyem itu adalah wanita yang sangat patuh kepada aturan dapat dilihat pada kutipan dia atas selain kejujuran, keluguan juga pariyem mengerti akan adanya hukum karma yang berlaku apabila kita melangkahinya.

Dalam pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai bapak Pariyem yang seorang dpemain Ketoprak yang ulung terkenal di kampung maupun di luar kampung. Bukan hanya itu paguyuban ketoprak bapak Pariyem laris hingga sampai keluar wilayah istimewa Ngayogyakarta bernama Karso Suwito nama tuanya Gonjing nama panggilannya. Sedangkan Ibu(Simbok) Pariyem adalah seorang penari dalam Persidhenan bernama Parjinah nama kecilnya dan Jinah nama panggilannya, namun dalam dunia persindenan julukannya Niken Madu Kenter. Dapat ditangkap dalam cerita tersebut kalau ibu dan ayah pariyem ini adalah seorang rebutan dalam kesehariannya karena Ibu dan Ayah pariyem adalah seorang yang cantik dan gagah. Hal ini dapat di buktikan pada kutipan di bawah ini.
pada zaman sebelum G-30-S/PKI
 bapak saya pemain ketoprak ulung
Suwto nama kecilnya Karso Suwito nama tuanya
Gonjing Nama Panggilannya
Paguyuban ketoprak bapak laris banget lho...........
..................Bapak saya biasa berperan  Bambangan
Banyak benar wanita kepencut sama bapak saya
Apalagi bila dia sudah gandrung-ura-ura-
Semua penonton terharu hilang kata.............(hal.24)
  Sedang simbok saya jadi ledhek
    Parjinah nama kecilnya
    jinah panggilannya
   tapi di jagad pesindhenan
   Niken Madu Kenter julukannya.........
.........komplot ledhek yang berusia sebaya dengan simbok
adalah bintang primadonanya
bila sudag ngibing, mas---wuah---- pak Lurah, pak Mantri,
 pak Camat bahkan pak Wedana dan pak Bupati naik turun kala menjingnya.....
.........denagn sabar menunngu giliran apabila hari larut malam.
(hal.24-25)
Dalam pembuktian di atas dapat dilihat kalau ibu dan ayah pariyem ini adalah orang yang telah terbiasa dengan dunia hiburan seperti ketoprak  dan persindhenan sudah akrab bagi orang tua Priyem hidup dalam dunia yang penuh kekelaman dan pada golongan bawah. Dalam cerita tersebut walaupun ayah dan ibu pariyem adalah orang yang terkenal di bidangnya namun tidak dapat menandingi pariyam yang mampu menarik perhatian putra nDalem Suryomentaraman.
Dalam novel ini juga terdapat seorang tokoh yang dipercayai Pariyem yaitu mas paiman dalam novel ini mas Paimanlah yang tahu tentang isi hati dan rahsia priyem,karena dalam cerita ini mas Paiman adalah seorang pendengar yang baik dia tidak mau mengaku kepada Pastor ataupun yang lain Iyem lebih percaya kepada orang yang di cintainya yaitu Paiman. Iyem tidak berbagi cerita kepada orang lain. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan dibawah ini.
“ Tapi bagaimana asaya menbus rasa malu ?
Orang khatolik menebus rasa dosanya
Dalam pengakuan di kamar bithen---         
Lewat pastor........................
Orang Islam menmbus salahnya dalam halal bihalal
Waktu Lebaran........................
Tapi , saya ? O, bagaimanakah saya?
 Saya tak mengaku kepada siapa-siapa
 saya mengaku kepada mas Paiman kok
 saya mengaku kepada sampeyan saja
 dan tidak menangaku kepada orang lain.
O, saya mengaku kepada seorang yang saya tresnani saja
 dan tidak kepada sembarang orang.(hal 57)

dari kutipan diatas dapat dilihat kalau orang yang paling dipercaya Pariyem adalah oarang yang dicintainya Paiman mengalahkan semua aturan tuhan dan hukuman yang ada lebih mempercayai manusia kebanding tuhan yang menciptanya. Dalam kutipan diatas juga dapat dilihat kalau Paiman lah orang yang dicintainuya saat itu, walaupu Paiman hanya mendengarkan curahan hati Pariyem.
Setelah kita membahas tentang Keluarga Pariyem saatnya kita kembali ke nDalem Suryo mentaraman. nDoro Kanjeng Cokro Sentono majikan Pariyem dalam cerita tersebut nDoro Kanjeng bukanlah seorang yang melihat orang lain sesuai kedudukan. Walaupun nDoro Kanjeng tersebut adalah seorang yang berpangkat. Sekarang dia menjadi dosen Pekerjaan sebagai dosen di Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada dan Universitas Sebelas Maret Solo, juga sebagai ketua Dewan Film Nasional, direktur pusat pendidikan dan kebudayaan Indonesia dan sebagai pembantu rektor bidang pasar seni Universitas Gajah Mada. Kutipan yang menguatkan kutipan ini adalah:
Iyem panggilan sehari-harinya
dari wonosari gunung kidul
sebagai babu Ndoro   Kanjeng Cokro Sentono
 di ndalem suryamentaraman ngayogyakarta. (hal. 33)      

Kini dia menjadi dosen di Ngayogyakarta
fakultas sastra dan kebudyaan
 universitas gajah mada dan fakultas sastra dan budaya
 universitas sebelas maret solo
 Sebagai ketua dewan filem nasional markasnya dikuningan, Betawi
 Sebagai direktur pusat pendidikan dan
penelitian kebudayaan indonesia
 universitas gajah mada.
 Sebagai pembantu rektor
 bidang pasar seni universitas gajah mada.
Selebihnya masih banyak
Tapi O, Allah, saya lupa
“apa artinya jabatan,” ujar nDoro Kanjeng
“ bila manusia kehilangan kemanusiaannya?”



bukankah yang penting-demikian saya-
ndoro kanjeng dekat dengan hati kita?
 Orang kita tak biasa diperhitungkan
 tapi menjadi sangga kehidupan (hal.68)

            Dari kutipan di atas dapat dilihat kalau nDoro kanjeng adalah seorang yang tidak pernah memandang orang lain sesuai dengan status sosialnya walaupun nDoro kanjeng adalah orang yang memiliki pangkat dan jabatan yang tinggi.
            nDoro Kanjeng memiliki sepasang anak yang tertua bernama Raden Bagus Aryo Atmojo adalah anak laki dari Cokro Sentono. Seorang mahasiswa yang kuliah di Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, seorang yang menawan, mempesona yang sehari-harinya gemar merokok dan suka bermain cinta dengan pembantunya sendiri yaitu Pariyem. Dan anak kedua nDoro Kanjeng adalah Ndoro Putri Wiwit Setyowati adalah anak dari Raden Cokro Sentono dan Raden Ayu Cahya Wulaningsih, serta adik dari Raden Bagus Aryo Atmojo. Dia adalah seorang yang sensitif dan centil, suka bercanda dengan pariyem, kacau dengan penampilan namun pandai menari. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan dobawah ini.
Ah ya, raden bagus aryo atmojo
 begitu bila ndoro ayu bercerita
pada para tamu yang sowan ke ndalemnya
 dia kuliah di fakultas filsafat
 universitas gajah mada
 saban hari ke bulak sumur
ngangsu ngelmu pada para dosen
 di kamarnya, penuh buku-buku asing
 yang mosak msik dan apek bau tembakau
.memang dia gemar ngerokok jarum 76, kok
 sehari dua pak sampai tiga pak itu biasa
 Tapi dia tak karem makan bakmi dan bakso
 tapi tongseng dan nasi goreng, ojo takon
-karemnya luar biasa, tak ketulungan
 sebanding dia karem menggauli saya.(hal. 41) 
(nDoro putri wiwit setiyo wati)
Lha iya ndoro putri wiwit setiyo wati
 wiwit itu panggilan sehari-harinya
 Chentil, ya chentil parabannya
 Dia adik kandung raden bagus aryo atmojo
 Memang keluarga kanjeng cokro sentono
 hanya empat orang jumlahnya ndoro kanjeng, ndoro ayu
 Putranya dua: kakung dan putri (hal.134)

“Lha dia sinau di Sarjana Wiyata
Sore hari sinau joget di Suryobrantan
Seminggu sepisan mengajarbocah-bocah
Beksan di nDalem Pendhopo Taman Siswa.......
..........(hal 136)

Lha iya ndoro wiwit setyowati
tapi bila kecenthok sama siapapun
 ndoro putri kumat galaknya, lho
 Apalagi bila kumat nakalnya
-tindak tanduknya ugal-ugalan
 pakaiannya diecer-ecer di lantai
 dan di kamar dia telanjang
Sahabat karibnya banyak sekali
 tapi dia masih mboken-boken lho
 Rada gembeng, gampang menangis.(hal 138).

“apabila nDoro putri latihan
Dia sendirian di nDalem Pendopho diiringi gamelan dan kaset
 suaranya mengalun menjelajah ruang
alangkah mengagumkan dia!
Lha, pinggulnya mengal-menggol
Laksana menthok berjalan
Sekali dia jingkrak-jingkrak
Laksana orang kesurupan........
....Apalagi, bila njogety bedhaya
Alangkah nlentheng dia---santai-
Laksana aliran air sungai (hal 154-155)

            Dari dua kutipan diatas dapat dilihat kalau Den Bagus menyukai Pariyem babunya sendiri sehingga menyebabkan mereka sering bercinta karena rasa cinta. Sedangkan Wiwit Setyowati adalah sosok yang masih kanak-kanak dan manja ,penangis namun saat marah dapat mengamuk tanpa arah. Emosinya masih tak terkendali masih meledak-ledak.
Raden Ayu Cahya Wulaningsih adalah  istri dari Ndoro Kanjeng Cokro Sentono serta ibu dari Bagus Aryo Atmojo dan Wiwit Setiyowati. Yang wataknya lemah lembut, bersahaja dan luwes. Pernyatan ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini:
Ya, ya raden ayu cahya wulaningsih
 cahya wulaningsih nama timurnya
 sedangkan raden ayu julukannya
 Dan ndoro ayu saya memanggilnya
 dia punya katuranggan dewi jembawati
 dia sangat luwes dalam berbusana
 luwes pula pergaulannya
 halus pengucapannya
 dan teduh pandangannya
O, saya krasan dalam kehangatan
 kepantesan diperhatikan banget
 busananya tak pernah norak,lho
 tak pernah suka jor-joran
 Apalagi pamer kata harta kekayaan
 dia anggap tak punya pekerti
 kesahajaan yang di utamakan. (hal.111)
Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh ini berkepribadian sangat santun, bersahaja, tidak sombong, dan rendah hati. Dia juga contoh teladan yang baik bagi anak-anaknya dan orang-orang disekitarnya.
            Tidak lengkap kiranya kalau kita hanya membahas mengenai Pariyem Tanpa adik-adiknya. Pairin adalah adik laki laki Pariyem, sedangkan Painem adalah adik perempuan Pariyem, pekerjaan pairin dalah membuat caping, sedangkan pekerjan painem adalah membantu simbok jualan di pasar. Pernyataan ini dapat kita buktikan dengan kutipan berikut ini:
 Saya anak tertua mas
 Dua adik saya lelaki dan wanita
 Pairin mengayan caping di rumah
 Painem membantu simbok di pasar.(hal.4)

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwah pairin dan painem adalah keluarga dari pariyem, mereka berdua merupakan adik dari pariyem. Yang selalu membantu Simbok dan bapak dalam mencari nafkah karena setelah bapak dan simbok tidak ada dalam dunia ketoprak lagi karena terjadi pembunuhan maka keluarga Pariyem menjadi petani di wonosari Gunung Kidul.
2.      Alur
Alur dalam novel “Pengakuan Priyem” adalah alur maju karena disana menceritakan pada saat pertama kali Pariyem dilahirkan(awal), Saat Pariyem bekerja di nDalem Suryomentaraman sampai pad saat Priyem melakukan Hubungan dengan Den Baguse(tengah), Sampai pada saat Pariyem melahirkan anaknya(akhir).hal itu dapat kita temui saat membaca novel ini dari awal sampai akhir. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui kutipan dibawah ini.
(awal)
Pariyem nama saya
 lahir di wonosari gunung kidul pulau jawa
tapi kerja di kota pedalaman ngayogyakarta
 umur saya 25 tahun.(hal. 1)
Ya,ya pariyem saya
 maria magdalena pariyem lengkapnya
 “iyem” panggilan sehari-harinya
 dari wonosari gunung kidul
 sebagai  babu  ndoro kanjeng cokro sentono
 di ndalem suryomentaraman ngayogyakarta.( hal. 29)

(tengah)
Pariyem saya
maria magdalena pariyem lengkapnya
 “iyem” panggilan sehari-harinya
 dari wonosari gunung kidul
 sebagai  babu  ndoro kanjeng cokro sentono
 di ndalem suryomentaraman ngayogyakarta
kini memerawani putra sulungnya
 raden Bagus Aryo atmojo namanya
saya ajar bermain Asmara.(hal.40)

O, allah inilah saatnya kini
pengadilan keluarga berlangsung
 berdasarkan hukum keluarga hakim merangkap jaksa
 ndoro kanjeng cokro sentono
 ndoro ayu dan ndoro putri
 bertindak sebagai pembela
 sedang den baguse dan saya sebagai orang tertuduh.(hal. 186)



(akhir)
Ya,ya pariyem saya
maria magdalena pariyem lengkapnya
 “iyem” panggilan sehari-harinya
 dari wonosari gunung kidul
 sebagai  babu  ndoro kanjeng cokro sentono
 di ndalem suryomentaraman ngayogyakarta
tata lahirnya
 saya hanya babu
 tapi batinnya
 saya putri mantu.(hal. 205-206)

dari kutipan diatas dapat dilihat kalau pengarang menceritakan ceritanya dari awal sampai akhir pada saat Pariyem dilahirkan samapai pada saat Pariyem mengandung anak Den  Baguse. Samapai pada saat pariyem melahirkan anak dan menjadi selir Den Baguse. Pariyem menjadi Ibu dari Cucu Raden Cokro Sentono.
3.      Latar
Waktu terjadinya peristiwa apada novel ini adalah pada saat. Dimana peristiwa itu berlangsung dan kapan tanggal kejadiannya kita dapat menebak-nebak kejadian tersebut dengan memahami isi novel ini, atau mendapatkannya sendiri. Latar tempat pada novel ini adalah Wonosari Gunung Kidul, nDalem suryomentaraman nGayokyakarta. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan di bawah ini.
Pariyem nama saya
 lahir di wonosari gunung kidul pulau jawa
 tapi kerja di kota pedalaman ngayogyakarta.(hal. 1)
                                              
Ya,ya pariyem saya
 maria magdalena pariyem lengkapnya
 “iyem” panggilan sehari-harinya
 dari wonosari gunung kidul
 sebagai  babu  ndoro kanjeng cokro sentono
 di ndalem suryomentaraman ngayogyakarta.( hal. 29)

“dusun Karang kami lewati
dusun Wonosari ada di depan
 kami menempuh bulak, gliyak-gliyak.(hal.81)

latar waktu dalam novel ini adalah kira-kira pada tahun 1970-anhingga tahun 1980-an, selain itu novel ini diterbitkan pada tahun 1981. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya radio, mobil mobil, colt pelat kuning buatan Jepang, dan Hartop  hijau dari Jepang.

Ha, kalau numpak sepeda motor yamaha
ngebut banternya luar biasa,
Apalagi kalau knalpotnya dicopot
ngebut banternya ’audubillah setan
kebulnya memenuhi jalan raya......
........(hal.42)

Tapi ada poster gelombolan musik rolling stones ....
tapi ada pula poster gerombolan musik ABBA.(99-100).

Dengan radio transitor di meja
 yang membendeng siaran wayang kulit(hal.195)

Esok paginya kami pun berangkat
Satu keluarga lengkap,sudah siap
Kami numpak Hartop hijau dari Jepang
Meninngalkan nDalem Suryomentaraman(hal 195)

Sedang saya kadang datang sendirian pula
 numpak colt pelat-kuning buatan jepang.
Tapi bukan tidak jarang saya berduaan
Saya numpak Hartop Hijau dari Jepang..........
 (hal.231)
Dari kutipan diatas telah dibuktikan bahwa kejadian tersebut terjadi antara tahun 1970-1980-an. Selain hal tersebut dapat dibuktikan kalau musik dan pertunjukan wayang masih manjadi pusat pertunjukan karena televisi tidak semua orang yang mempunyai hal tersebut dan bukan menjadi pusat hiburan pada tahun tersebut.
Latar suasana pada novel “Pengakuan Pariyem” adalah saat pariyem dilahirkan sampai besar di Yogyakarta. Budaya yang digunakan pada keluarga Pariyem adalah Budaya Jawa yang begitu kental dan sangat kental tidak begitu mengikuti zaman. Hal ini dapat di buktikan dari pernyataaan berikut ini.
 Pariyem nama saya
 lahir di wonosari gunung kidul pulau jawa
 tapi kerja di kota pedalaman ngayogyakarta.(hal. 1)

Ya,ya pariyem saya
 maria magdalena pariyem lengkapnya
 “iyem” panggilan sehari-harinya
 dari wonosari gunung kidul
 sebagai  babu  ndoro kanjeng cokro sentono
 di ndalem suryomentaraman ngayogyakarta.( hal. 29)

“dusun Karang kami lewati
dusun Wonosari ada di depan
 kami menempuh bulak, gliyak-gliyak.(hal.81)

Ya,ya pariyem saya
maria magdalena pariyem lengkapnya
 “iyem” panggilan sehari-harinya
 dari wonosari gunung kidul
 sebagai  babu  ndoro kanjeng cokro sentono
 di ndalem suryomentaraman ngayogyakarta
tata lahirnya
 saya hanya babu
 tapi batinnya
 saya putri mantu.(hal. 205-206)

Dari pernyataan di atas dapat dibuktikan kalau suasana kehidupan masyarakat Yogyakarta adalah seorang yang taat dengan aturan adat jawa yang kentaal namun mengikuti perkembangan zaman.

4.      Gaya Bahasa

Gaya Bahasa pada novel “Pengakuan Pariyem” pada umumnya menggunakan bahasa Jawa sehingga pembaca yang di luar pulau jawa agak sulit memahaminya. Namun dengan adanya  Daftar Koasa kata Jawa- Indonesia dapat mempermudah kita dalam memahami bahasa Jawa yang tidak dapat kita mengerti. Dari segi nama dapat kita lihat kalau nama- nama yang digunakan pada novel tersebut sangat kental dengan budaya Jawa dari golongan yang tinggi sampai ke golongan yang rendah.

Pariyem, nama saya
lahir di wonosari gunung kidul pulau jawa
tapi kerja di kota pedalaman ngayogyakarta
 umur saya 25 tahun.(hal. 1)
Ya,ya pariyem saya,
 maria magdalena pariyem lengkapnya
“iyem” panggilan sehari-harinya, dari wonosari gunung kidul
 sebagai  babu  ndoro kanjeng cokro sentono
di ndalem suryomentaraman ngayogyakarta.( hal. 29)
Untuk mengaku pada sembarang orang
ah, ya, mana saya sudi?
“sedang saya pantang dusta
 bila saya dusta pada orang lain
 orang lain akan dusta sama saya
-saya kuwalat
 saya kena hukum karma namanya(hal. 59-60)

Dari kutipan di atas dapat dilihat kalau novel ini walaupun kita agak susah memahaminya karena menggunakan bahasa Jawa. Namun saat membaca novel ini kita tidak bosan karena tulisannya pendek seprti puisi,karena novel ini juga disebut prosa lirik. Sangat menarik untuk di baca.
5.      Tanggapan saya tentang Novel “Pengakuan Pariyem”
Sesuai dengan keunikan dalam novel ini dapat kita lihat menggunakan bahsa Jawa yang begitu kental, begitupun budaya yang digunakan budaya jawa uang begitu kental yang bannga akan tradisi nenek moyang mereka. Dalam cerita ini dapat dilihat dari nama pemain “Pariyem” dilihat dari namanya “Pariyem” atau biasa di panggil Iyem berasal dari kalangan bawah. Tinggal di Wonosari Gunung Kidul semasa kecilnya sangat bahagia dan bekrja di nDalem suryomentaraman Yogyakarta. Dari cerita tersebut dapat mengetahui seluk beluk budaya Jawa lewat keseharian dan dan penuturan yang diceritakan oleh pengarang maupun dari dialog antar tokoh yang diceritakan.
Sesuai dengan pengarang yang seorang berasal keluarga Katolik jawa dan orang tuanya seorang petani. Beliau merupakan pengarang yang menganut kebatinan Jawa. Ia adalah orang Jawa yang bangga akan tradisi nenek moyang. Karena penguasaan dan kebanggaannya menjadi orang Jawa itulah ia membuat buku ini. Selain itu Linus Suryadi merupakan pengarang yang unik dan luar biasa. Linus mampu menciptakan sebuah  prosa yang susunannya seperti puisi. Hal ini merupakan sesuatu yang baru dalam khasanah sastra Indonesia. Sehingga novel pengakuan pariyem ini disebut juga  dengan prosa lirik. Hal inilah yang membedakan Linus dengan pengarang lainnya.