PEMEROLEHAN
KATA ANAK USIA TIGA TAHUN DUA BULAN (3;2)
Disusun
untuk memenuhi tugas perkuliahan Psikolinguistik
yang
dibina oleh Ibu Ena Noveria, S.Pd., M.Pd
Oleh.
INONG
ELISTIA
54445/
2010
PROGRAN STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “pemerolehan kata anak usia tiga tahun dua
bulan (3;2).” Penyusunan makalah ini merupakan salah satu persyaratan kelulusan
mata kuliah Psikolingistik.
Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai
pihak, terutama sekali penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ena
Noveria, S.Pd., M.Pd, selaku dosen mata kuliah
Psikolinguistik di kelas Reguler A. Ucapan terima kasih yang tulus tidak lupa
penulis ucapkan kepada teman-teman yang memotivasi dan memberikan semangant
kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat
sehingga usaha penulis dan bantuan dari berbagai pihak diridhoi oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Penulis masih mengharapkan adanya kritikan dan saran yang bermanfaat
dari semua pihak. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semuanya
dengan pahala yang berlipat ganda, Amin
Ya Robbal ‘Alamin.
Padang, Mei 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam
kehidupan bahasa memegang perana penting. Bahasa digunakan untuk berkomunikasi
dengan sesama, manusia membutuhkan bahasa sebagai medianya. Dengan kata lain,
bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan alat ucap manusia untuk menyampaikan atau menerima pesan, ide, gagasan
dan informasi. Bahasa juga mempermudah masyarakat dalam bersosialisiasi dengan
lingkungan sekitar tanpa bahasa manusia
akan merasa kesulitan melakukakn apapun.
Menurut Chomsky
(dalam Chaer, 2003:222), bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Hal ini
terbukti karena hanya manusialah yang mempunyai kelebihan dalam berbahasa dan
disanalah terletak perbedaan manusia dengan makhluk lainnya. Semenjak
dilahirkan ke dunia, manusia sudah berbahasa. Menurut Chomsky (dalam Chaer,
2003:222), anak dilahirkan dengan dibekali oleh alat pemerolehan bahasa LAD (Language Acquisition Device). LAD
dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa
dan tidak mempunyai kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya. Jadi, dengan
dibekali alat tersebut semenjak lahirr anak sudah berbahasa. Hal ini terbukti
bahwa semenjak dilahirkan anak telah menghasilkan variasi suara tangis. Dari
suara tangis tersebut, orang tua mengerti bahwa anak menangis karena lapar,
kesakitan, atau karena bosan.
Penelitian
tentang pemerolehan bahasa pada umumnya dilakukan terhadap output yang
dihasilkan anak, karena sulitnya mengamati bagaimana proses itu terjadi.
Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri-ciri
kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan
satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Menurut Sasangka
(2000:25), tingkat pemerolehan bahasa anak yang berada pada usia 3,0-4,0 tahun
berada pada masa menjelang tata bahasa dewasa. Pada masa ini, anak sudah
menghasilkan kalimat-kalimat yang rumit. Dilihat dari pemerolehan semantiknya,
anak yang berada pada usia tersebut berada pada tahap medan semantik. Pada
tahap ini, anak sudah bisa mengatakan makna yang sebenarnya karena anak sudah
banyak menguasai kata. Kata yang diucapkan anak berasal dari kelas kata nomina,
verba, dan adjektiva.
A.
Fokus
Masalah
Pemerolehan
bahasa yang terjadi pada anak mencakup tiga aspek, yaitu pemerolehan fonologi,
pemerolehan sintaksis, dan pemerolehan semantik. Pemerolehan fonologi
berhubungan dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap anak. Pemerolehan
sintaksis mengkaji tentang kalimat-kalimat, sedangkan pemerolehan semantik
menkaji tentang makna kata.
Berdasarkan tiga
aspek pemerolehan bahasa di atas, permasalahan dalam peneitian ini difokuskan
pada pemerolehan semantik anak khususnya pada pemerolehan kata pada kelas kata
verba, nomina, dan adjektiva seorang anak usia tiga tahun dua bulan bulan (3;2).
B.
Rumusan
Masalah
Sesuai dengan
fokus masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
bentuk pemerolehan kata yang berupa verba, nomina, dan adjektiva seorang anak
usia tiga tahun dua bulan (3;2).
C.
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan jenis nomina, verba, dan adjectiva yang
diperoleh anak usia tiga tahun dua bulan (3;2), (2) mendeskripsikan kelas kata
yang dominan diperoleh anak, dan (3) mendeskripsikan kata dalam medan makna apa
yang dominan diperoleh anak.
D.
Manfaat
Penelitian
Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat: (1) bagi mahasiswa ,yaitu menambah pengetahuan
dalam bidang linguistik khususnya bidang psikolinguistik, (2) bagi peneliti,
yaitu dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang kebahasaan,
dan (3)bagi peneliti lain, yaitu sebagai bahan perbandingan dalam meneliti
aspek kebahasaan yang lain
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pemerolehan Bahasa Pertama
Setiap anak
yang normal akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam tahun-tahun
pertamanya dan proses itu terjadi hingga kira-kira umur lima tahun (Oktavianus,
2006:72). Dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal
paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan kata lain, setiap anak
yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar memperoleh sesuatu bahasa,
yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya,
kecuali ada gangguan pada anak tersebut.
Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang
kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses
kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua
proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa
(fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi
ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir,
kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam
berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan
proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses
penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer
2003:167).
Proses
pemerolehan bahasa merupakan suatu hal yang kontroversial antara para ahli
bahasa. Permasalahan yang diperdebatan antara para ahli adalah pemerolehan
bahasa yang bersifat nuture dan nature (Dardjowidjojo, 2000:235).
Ahli bahasa yang menganut aliran behaviorisme mengatakan bahwa pemerolehan
bahasa bersifat nurture, yakni pemerolehan ditentukan oleh alam
lingkungan. Ahli bahasa lain mengatakan manusia dilahirkan dengan suatu tabula
rasa, yakni semacam piring kosong tanpa apa pun. Piring tersebut kemudian diisi
oleh alam termasuk bahasanya.
B.
Perkembangan Sintaksis
Pemerolehan sintaksis, anak memulai berbahasa dengan
mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebenarnya
adalah kalimat penuh, tetapi karena belum dapat mengatakan lebih dari satu
kata, diahanya mengambil satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh
kalimat itu. Yang menjadi pentanyaan adalah kata mana yang dia pilih?
Seandainya anak itu bernama Dodi dan yang ingin dia sampaikan adalah Dodi mau bubuk, dia akan memilih di (untuk Dodi), mau (untuk mau), ataukah buk (untuk bubuk)? Kita
pasti akan menerka dia akan memilih buk. Tapi mengapa demikian?
Menurut
Dardjowidjojo (2010: 246) bahwa dalam pola pikir yang masih sederhanapun
tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan tentang informasi lama versus
informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada
pendengarnya. Dari tiga kata pada kalimat Dodi
mau bubuk, yang baru adalah kata bubuk.
Karena itulah anak memilih buk, dan
bukan di, atau mau. Dengan singkatan yang dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang
dinamakan Ujaran Satu Kata, USK, (one
word utterance) anak tidak sembarangan saja memilih kata yang memberikan
informasi baru.
Dari
segi sintaktiknya, USK sangatlah sederhana karena karena memmang hanya terdiri
dari satu kata saja; bahkan untuk bahaa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian
saja dari kata itu. Namun dari segi semantiknya, USK adalah kompleks karena
satu kata ini memiliki lebih dari satu makna. Anak yang mengatakan /bi/ untuk mobil bisa bermaksud
mengatakan:
a.
Ma, itu mobil.
b.
Ma, ayo kita ke mobil.
c.
Aku mau ke mobil.
Ujaran satu kata yang mempunyai berbagai
makna ini dinamakan ujaran holofrastik (holophrastic).
Pada
awal USK juga tidak ada gugus konsonan. Semua gugus yang ada di awal atau akhir
kalimat disederhanakan menjadi datu konsonan saja. Kata seperti play dan cold masing-masing akan diucapkan sebagai /pe/ dan /kod/. Kata
Indonesia putri (untuk Eyang Putri)
diucapkan oleh Echa mula-mula sebagai Eyang /ti/.
Ciri
lain dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanya dari kategori sintaksis
utama (content words), yakni nomina,
verba, adjectiva, dan mungkin juga adverbia. Tidak ada kata fungsi seperti from, to, dari, atau ke. Di samping itu, kata-kata itu selalu
dari kategori sini dan kini. Tidak ada yang merujuk kepada yang tidak ada di
sekitar ataupun masa lalu atau masa depan. Anak juga dapat menyatakan negasi No atau nggak, pegulangan more atau lagi, dan habisnya sesuatu gone atau abis. Lampu yang mati juga
sering dikatakan gone.
Sekitar
umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK (Two Word Utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda
sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa lampunya
telah menyala, Echa, misalnya, bukan mengatakan /lampunala/ “lampu nyala” tapi
/lampu/ /nala/ “Lampu. Nyala” dengan jeda diantara lampu dan nyala. Jelas ini
semakin lama semakin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal.
Ciri
lain dari UDK adalah bahwa kedua kata ini adalah kata-kata dengan kategori
utama: nomina, verba, adjektifa, atau bahkan adverbia. Belum ada kata fungsi
seperti di, yang, dan dsb. Karena wujud ujaran yang seperti bahasa tilgram ini
maka UDK sering juga disebut sebagai ujaran telegrafik (telegraphic speech).
Pada
UDK juga belum ditemukan afiks macam apa pun. Untuk bahasa Inggris, misalnya,
belum ada infleksi –s untuk jamak atau kala kini; belum ada –ing untuk kala
progresif, dsb. Untuk bahasa Indonesia, anak juga belum memakai prefiks meN-
atau sufiks –kan, -i, atau –an.
Berikut
adalah beberapa contoh ujaran dua kata yang dikeluarkan Echa pada waktu dia
berumur 1;8 (Dardjowidjojo 2000: 146).
a.
/liat tuputupu/ “Ayo lihat kupu-kupu.”
b.
/etsa mimik/ “Echa minta mimik.”
c.
/etsa nani/ “Echa mau nyanyi.”
d.
/eyang tsini/ “Eyang ke sini.”
Kalau
kita amati contoh-contoh di atas dengan teliti maka akan tampak bahwa dalam UDK
anak ternyata sudah menguasai hubungan kasus (case relations). Pada contoh (a) misalnya, kita dapati bahwa anak
telah menguasai hubungan kasus antara perbuatan denga objek (action- object
relation). Pada (b) kita temukan hubungan kasus pelaku-objek; pada (c) hubungan
pelaku-perbuatan, dst.
Hal
seperti ini merupakan gejala yang universal. Pada sekitar umur 2;0 anak telah
mengetahui hubungan kasus-kasus dan operasi-operasi. Meskipun pada UDK
semantiknya memang makin jelas, makna yang dimaksud anak masih tetap harus
diterka sesuai dengan konteksnya.
Setelah
UDK tidak ada ujaran tiga kata yang merupakantahap khusus. Pada umumnya, pada
saat anak mulai memakai UDK, dia juga masih memakai USK. Setelah beberapa lama
emakai UDK dia juga mulai mengeluarkan ujaran yang tiga kata atau bahkan lebih,
Jadi, antara kata dengan jumlah kata yang lain bukan merupakan tahap yang
terputus. Berdasarkan contoh di atas akan dilakukan perekaman terhadap Keyla
anak ibuk kos, perumahan Air Tawar Barat, Padang.
C. Pengukuran Mean
Length of Utterance (MLU)
MLU merupakan
pengukur untuk perkembangan sintaksis anak. Menurut Brown (dalam Dardjowidjojo,
2000:241) cara menghitung MLU dapat dilakukan dengan beberapa langkah,
pertama mengambil sampel sebanyak 100 ujaran. Kedua, menghitung jumlah
morfemnya. Ketiga, membagi jumlah morfem dengan jumlah ujaran, seperti pada
rumus berikut.
Jumlah morfem
MLU = ————————-
Jumlah ujaran
Brown (dalam Kridalaksana, 2005) membagi tahap
pemerolehan bahasa anak berdasarkan MLU anak menjadi sepuluh tahap, yaitu :
1.
Tahap I MLU (1—1,5) pada usia 12—22 bulan
2.
Tahap II MLU (1,5—2,0) pada usia 27—28 bulan
3.
Tahap III MLU (2,0—2,25) pada usia 27-28 bulan
4.
Tahap IV MLU (2,25—2,5) pada usia 28—30 bulan
5.
Tahap V MLU (2,5—2,75) pada usia 31—32 bulan
6.
Tahap VI MLU (2,75—30,0) pada bulan biasa 33—34 tahun
7.
Tahap VII MLU (3,0—3,5) pada usai 35—39 bulan
8.
Tahap VIII MLU (3,5—3,45) pada usia 38—40 bulan
9.
Tahap IX MLU (3,5—3,45) pada usia 41-46 duluan
10.
Tahap X MLU (45+) pada usia +47 bulan
Sumber data
penelitian ini adalah anak perempuan usia 3 tahun 2 bulan. Anak tersebut
bernama Keyla. Bahasa yang digunakan anak tersebut adalah bahasa
Minangkabau bercampur dengan bahsa Indonesia. Bahasa tersebut merupakan
pertamanya atau bahasa ibunya. Anak tersebut tinggal bersama Walinya yang
berprofesi sebagai ibu kos, Padang, Sumatera Barat. Dilahirkan di Padang, 14 februari
2010. Sehari-hari anak tersebut bermain di kos kosan tempat ibuk tersebut
tinggal. Data yang dikumpulkan berupa rekaman tuturan anak tersebut dengan
orang tuanya/walinya. Data direkam dengan handphone.
Data
penelitian dikumpulkan melalui hasil rekaman tuturan anak dengan penghuni kos.
Alat yang digunakan untuk merekam adalah hanphone. Hasil rekaman
ditranskripkan dengan ejaan fonemik dan diartikan ke dalam bahasa Indonesia.
Data yang dikumpulkan hanyalah sebanyak 100 tuturan anak yang diambil sebagai
sampel untuk mengukur MLU anak tersebut. Data diambil dari tanggal
20-23 April 2013. Lokasi perekaman ada dua dirumah mama/nenek atau kos-kosan.
Aspek
linguistik yang dianalisis dalam kajian ini ialah sintaksis. Analisis akan
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Kaedah kuantitatif melibatkan
analisis distribusi dan perkiraan MLU sebagai satu kaedah menentukan
perkembangan bahasa anak tersebut. Penganalisisan data dapat dilakukan dengan
empat langkah, yaitu:
1.
Pentranskripsian Data
Tuturan yang direkam melalui handphone
ditranskrisikan dalam bentuk kalimat. Data yang terkumpul tersebut disusun
dalam bentuk stuktur kalimat tuturan anak.
2. Penyeleksian Data
Data yang telah ditransipsikan
diolah dengan memisahkan data yang dibutuhkan dan memenuhi syarat yang sesuai
dengan tujuan penelitian. tuturan anak yang diseleksi adalah tuturan yang
memenuhi syarat untuk dihitung MLU-nya.
3. Pengklasifikasian Data
Data yang telah diseleksi sesuai
dengan tujuan penelitian dan data yang dapat dihitung MLU-nya. Cara
mengklasifikasikan data tersebut adalah dengan mengelompokkan tuturan anak
berdasarkan jumlah morfem setiap tuturan. Selanjutnya, jumlah morfem setiap
tuturan dijumlahkan (jumlah ujaran dibatasi hanya sampai 100 ujaran). Kemudian,
jumlah morfem dari 100 tuturan tersebut dibagi dengan 100.
4. Pemaparan Hasil Analisis Data
Setelah diketahui hasil MLU,
hasil tersebut dianalisis untuk mengetahui anak yang menjadi sampel penelitian
berarada pada tahap apa dan menganalisis pemerolehan sintaksis dari segi
panjang tuturan dan struktur sintaksis. Struktur sintaksis seperti jenis kata
yang telah diperoleh dan pola kalimat diperoleh.
Hasil rekaman tuturan anak yang
telah ditranskripsikan ke ejaan fonetik yang diartikan ke dalam bahasa
Indonesia.
1. Kalimat Satu Kata
Ndak ‘tidak’
Tak ‘kakak’
Ipstik ‘lipstik’
Nda ‘bunda’
Yah ‘ayah’
2. Kalimat Dua Kata
Ndak do ‘tidak mau’
Ya ca ‘Ya bisa’
Tatak bucuk ‘kakak bau’
nTak ma ‘tidak ma’
pitis ma ‘uang ma’
Lah mati ‘sudah mati’
3. Kalimat Tiga Kata
Ya, ndak do ‘ya, tidak mau’
Ya, ikut tak ‘ya, ikut kak’
Ya, sayang kakak ‘adek sayang kakak’
I busuak nyo lai ‘I dia busuk
sekali’
Fa, sini fa ‘Rafa, kesini rafa’
Ya, main keleleng ‘ya main kelereng!’
Kakak campaan a ‘kakak buang ya’
4. Kalimat Empat Kata
Ma, pinjam ape ko ‘Ma, pinjam hp ini!’
Capek lah buni-bunian tu ‘cepatlah
bunyi-bunyian itu’
ma ulang liak ma ’Bu, ulang lagi Bu’
Ntuak nenek tu tak. ‘Untuk nenek
ini kak’
Ndak nio Ya lai. ‘Tidak mau Ya lagi.’
Ndak main hp dak. ‘Tidak main hp tidak’
5. Kalimat Lima Kata
Bang afif ce lah pai ‘Bang afif
saja sudah pergi’
Ndak do do nyo mati do ‘tidak ada
dia mati itu’
Pelangi-pelani alnkah indahmu ‘pelangi-pelangi
alngkah indahmu’
Berdasarkan hasil pengukuran MLU
di atas, panjang tuturan Keyla 2,51 kata per tuturan. Bila disesuaikan dengan
pendapat Brown, Keyla masih pada tahap V yang berarti pemerolehan bahasa masih rendah
karena pada usia Keyla sekarang seharusnya MLU berada pada tahap VIII,
yaitu MLU berkisar antara 3,5—3,45 kata per tuturan.
Berdasarkan data yang diperoleh dan
dikelompokkan, Keyla telah mampu bertutur dari kalimat satu kata sampai kalimat
lima kata. Jenis kata yang sudah dikenal Keyla adalah nomina (N), verba (V),
Adjektiva (Adj), Adverbia (Adv)
N
Liptik
‘lipstik’, ma ‘mama’
V
Pai malala ‘pergi jalan-jalan’
Adj
Busuak ‘busuk’, maeh ‘malas’
Adv
pelangi-pelani alangkah indahmu’
BABIII
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan data dan pembahasan yang dilakukakn dalam penelitian ini,
anak usiatiga tahun dua bulan (3;2) sudah memperoleh nomina, verba, dan
adjektiva. Dapat disimpulkan anak yang berumur tiga tahun dua bualan (3;2)
sudah dapat menguasai nomina daripada verba dab adjektiva. Jenis nomina yang
dikuasai anak pada umumnya nomina alat, nomina dan nomina hasil. Dari pembahasan diatas
juga dapat dilihat anak sudah menguasai verba perbuatan, verba proses, dan
verba keadaan. Jenis kata yang telah diperoleh dan di tuturkan Keyla antara
lain nomina, verba, adjektiva, dan adverbia. Keyla telah mampu bertutur kalimat
lengkap.
Pemerolehan
sintaksis, anak memulai berbahasa dengan
mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebenarnya
adalah kalimat penuh, tetapi karena belum dapat mengatakan lebih dari satu
kata, diahanya mengambil satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh
kalimat itu. Yang menjadi pentanyaan adalah kata mana yang dia pilih?
Seandainya anak itu bernama Dodi dan yang ingin dia sampaikan adalah Dodi mau bubuk, dia akan memilih di (untuk Dodi), mau (untuk mau), ataukah buk (untuk bubuk)? Kita
pasti akan menerka dia akan memilih buk.
LEMBARAN PENCATATAN
PENGUMPULAN DATA PSIKOLINGUISTIK
Ciri
media rekaman : Samsung GT-C3312 audio-telepon seluler
Ciri
salinan : Dari bahasa Minang ke Bahasa Indonesia
I. Pencerita/Informan
Nama :
Keyla
Tempat, tanggal lahir :14,
Februari 2010
Jenis kelamin :
Perempuan
Pekerjaan :
-
Bahasa yang dikuasai :Minangkabau,
dan sedikit Bahasa Indonesia
Tanggal perekaman :
20-23, April 2013
II. Pemaparan Hasil
Data
- Kalimat Satu Kata
Ndak ‘tidak’
Tak ‘kakak’
Ipstik ‘lipstik’
Nda ‘bunda’
Yah ‘ayah’
2.
Kalimat Dua Kata
Ndak do ‘tidak mau’
Ya ca ‘Ya bisa’
Tatak bucuk ‘kakak bau’
nTak ma ‘tidak ma’
pitis ma ‘uang ma’
Lah mati ‘sudah mati’
3.
Kalimat Tiga Kata
Ya, ndak do ‘ya, tidak mau’
Ya, ikut tak ‘ya, ikut kak’
Ya, sayang kakak ‘adek sayang kakak’
I busuak nyo lai ‘I dia busuk
sekali’
Fa, sini fa ‘Rafa, kesini rafa’
Ya, main keleleng ‘ya main kelereng!’
Kakak campaan a ‘kakak buang ya’
4.
Kalimat Empat Kata
Ma, pinjam ape ko ‘Ma, pinjam hp ini!’
Capek lah buni-bunian tu ‘cepatlah
bunyi-bunyian itu’
ma ulang liak ma ’Bu, ulang lagi Bu’
Ntuak nenek tu tak. ‘Untuk nenek
ini kak’
Ndak nio ya lai. ‘Tidak mau ya lagi.’
Ndak main hp dak. ‘Tidak main hp tidak’
5.
Kalimat Lima Kata
Bang afif ce lah pai ‘Bang afif
saja sudah pergi’
Ndak do do nyo mati do ‘tidak ada
dia mati itu’
Pelangi-pelani alnkah indahmu ‘pelangi-pelangi
alngkah indahmu’
III.
Pengumpul data:
Nama :
Inong Elistia
Tempat, tanggal lahir :
Kubu Apar, 1 November 1990
Jenis kelamin :
Perempuan
Foto Informan
KEPUSTAKAAN
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka
Cipta.
__________. 2006. Tata Bahasa
Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.
__________________. 2000. ECHA, Kisah Perolehan Bahasa Anak Indonesia.
Jakarta: Grasindo.
Sasangka, Sry Satrya T.W dkk. 2000. Adjektiva
dan Adverbia dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional.
Oktavianus,
2006. Analisis Wacana Lintas Bahasa.
Yogyakarta: Andalas University Press.