ANALISIS STRUKTUR INTRINSIK
CERPEN “PELAJARAN MENGARANG” KARYA SENO
GUMIRA AJI DARMA
Oleh
Inong Elistia, NIM
54445
A.
Pendahuluan
1.
Latar Belakang Masalah
Membaca cerpen “Pelajaran
Mengarang” karya Seno Gumira Ajidrama. Dalam cerita ini pengarang membicarakan
mengenai seorang anak yang bernama Sandra yang memiliki Mama seorang
pelacur.Dalam pelajaran mengarang di kelas Sandra mengalami kesulitan karena
tidak tahu harus membuat karangan tentang apa. Karena judul yang di berikan Bu
Guru Tati tidak ada yang sesuai dengan pengalamannya . Sandrapun merasa
hidupnya berbeda dengan teman-temannya yang dengan sangat mudah mengarang
karena mereka hanya menceritakan kembali pengalamannya yang benar-benar terjadi
sedangakan sandra harus benar-benar mengarang.
Sebagai seorang yang tinggal
di kota pergaulan malam Mama Sandra sangat kelam Selain keluarga yang Broken
Home dia juga tidak memil;iki nenek. Yang ada dalam benakknya mengenai sosok
nenek hanyalah seorang yang sudah tua. Berdandan selalu menor dan di panggil
Mami oleh Marti Mama Sandra. Jadi dalam cerpen ini tokoh utama memiliki konflik
batin yang menyebabkan dia membenci pelajaran mengarang ini.
Selain itu Sandra juga tidak memiliki
kehidupan seperti anak-anak pada umumnya karena setiap malam Sandra harus
membereskan muntah ibunya.
Pada awal cerita ini sandra
juga mengalami kesulitan dalam mengarang namun krena dikejar waktu dan telah
banyak teman-teman Sandra yang telah mengumpulkan dengan sangat terpaksa Sandra
hanya membuat satu kata yang awalnya hanya Ibu. Sandra pun terpaksa membuka
aibnya sendiri denagn menulis sebuah kalimat
yang sebetulnya kalau bagi kita sangat memalukan yaitu Ibuku seorang pelacur .
Keberhasilan cerpen ini
menggambarkan realitas sosial masyarakat yang menggambarkan kehidupan masyaraka
di sebuah kota yang penuh dengan derita kalau mau hidup ya harus bekerja.
Walaupun Marti seorang pelacur namun dia tidak mau anaknya sepertinya seorang
pelacur. Marti tetap menyekolahkan Sandra, membawanya ke taman
bermain,membacakannya dongeng hanya saja kurang perhatian terhadap anak
sendiri. Walaupun marti pelacur dia tetap merawat dan menyayangi sandra.
2.
Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
Penelitian
ini mempermasalahkan karya sastra dari segi sosial keseharian masyarakat.,
karena cakupan sosialnya sangat luas, maka perlu dibatsi ruang lingkupnya
karena itu penelitian masalah ini dibatsi oleh masalah-masalah:
(1) Bagaimanakah
perilaku dan tindakan para tokoh dalam
cerpen “Pelajaran Mengarang”.
(2) Bagaimana
alur, fungsi,tokoh dalam pelajaran mengarang
(3) Bagaimana
latar, pengisahan, interpretasi,kesimpulan dan saran
Dengan
demikian rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk-bentuk
penyimpangan yang terdapat dalam cerpen “Pelajaran Mengarang” ditinjau dari latar
belakang yang menyebabkan terjadinya penyimpangan tersebut.
3. Tujuan
Analitis
Berdasakan
latar belakang, penelitian ini bertujuan 1) mendeskripsikan prilaku prilaku dan
tindakan para tokoh dalam cerpen “Pelajaran mengarang” ditinjau dari Sandra yang
membuat Sandra tidak bisa mengarang karena harus benar-benar menagrang, 2)
serta apa-apa saja yang membuat Sandra
tidak bisa mengarang.
4. Manfaat
Analitis
Penelitian
ini hasilnya bermanfaat untuk:
1. Peminat,
pembaca dan peneliti sastra Indonesia secra umum untuk mengetahui
cerpenIndonesia modern dan secra khusus cerpen “Pelajaran Mengarang”.
2. Menjembatani
pembaca pengarang, yaitu meningkatkan apresiasi.
3. Menambah
wawasan guru-guru untuk pelajaran sekolah lanjutan.
B.
Pembahasan
1. Sinopsis
Cerpen “Pelajaran Mengarang” Karya Seno gumira Ajidarma
Cerpen
ini diawali oleh seorang anak kelas 5 SD yang bernama Sandra. Dia memiliki
keluarga yang broken Home dengan Ibu kandungnya sendiri berstatus sebagai
Pelacur. Hal tersebut yang membuat Sandra kesulitan dalam Pelajaran Mengarang
yang diberikan oleh Ibu guru Tati. Karena kenyataannya, judul yang diberikan
tidak sesuai dengan kenyataan yang dialami Sandra.
Lima
belas menit pelajaran Sandra masih memikirkan apa yang harus dibuatnya. Dia
teringat akan sebuah judul Liburan ke rumah Nenek. Namun, yang ada dalam
bayangannya hanyalah sebuah ruangan gelap, banyak wanita, dan dan ada wanita
dan pria yang berpelukan sampai lengket. Itulah tempat si Mami, yang dianggap
oleh Sandra sebagai neneknya. Orang tua yang menor.
Sandra
pun kembali termenung yang teringat olehnya hanyalah rumah dengan botol yang
selalu berserakan dimana-mana. Setiap pulang kerja ibunya selalu mabuk dan dan
saat itulah Sandra dimarahi oleh ibunya. Sandra tahu bahwa ibunya sangat
menyayanginya. Jika libur, Sandra selalu di bawa ke taman bermain, dan sebelum
tidur dibacakan dongeng, dan setiap akan tidur ibunya selalu mencium keningnya.
Satu hal yang selalu di ingat oleh Sandra, saat pager ibunya berbunyi, kalau ibunya sedang berdandan, Sandra di
suruh membaca apa isi pesan yang ada di pager
tersebut.
Setiap kali pager ini menyebut nama
hotel, nomor kamar, dan sebuah jam pertemuan, ibunya akan pulang terlambat.
Kadang-kadang malah tidak pulang sampai dua atau tiga hari. Sandra akan merasa
sangat merindukan wanita itu. Setelah empat puluh menit berlalu Ibu guru Tati
menyuruh menumpulkan hasil karangan.
Belum ada secoret kata pun di kertas
Sandra. Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda. Sandra belum tahu judul
apa yang harus ditulisnya. Saat itu ibu guru Tati menghampirinyya dan Ia mulai
menulis judulnya: Ibu. Tapi, begitu Ibu Guru Tati pergi, ia melamun lagi. Saat
tamu ibunya datang, saat itu ia terbangun karena dipindahkan ke kolong ranjang.
Wanita itu barangkali mengira ia
masih tidur. Wanita itu barangkali mengira, karena masih tidur maka Sandra tak
akan pernah mendengar suara lenguhnya yang panjang maupun yang pendek di atas
ranjang. Wanita itu juga tak mengira bahwa Sandra masih terbangun ketika
dirinya terkapar tanpa daya dan lelaki yang memeluknya sudah mendengkur keras
sekali. Wanita itu tak mendengar lagi ketika dikolong ranjang Sandra berbisik
tertahan-tahan “Mama, mama …” dan pipinya basah oleh air mata.
Semua anak
berdiri dan menumpuk karanganya di meja guru. Sandra menyelipkan kertas di
tengah. Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga
memeriksa pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan
karangan itu, Ibu guru Tati berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa
kanak-kanak yang indah. Ia memang belum sampai pada karangan Sandra, yang hanya
berisi kalimat sepotong: Ibuku seorang pelacur.
2.
Alur dan Analisis Satuan Peristiwa dalam Cerpen “Pelajaran Mengarang”
Dalam cerpen “Pelajaran Mengarang” alur
berjalan mundur dan kemudian maju kembali, satuan peristiwa dalam cerita tetap
dapat dipahami karena adanya penanda waktu yang jelas serta
keterangan-ketarangan penuturan pengarang yang mendukung. Dalam alur, ada
peristiwa yang digambarkan secara umum sebagai lamunan atau imajinasi seorang
gadis kecil tentang keluarga yang tak pernah ia miliki secara utuh. Ia terpaksa
membayangkannya karena saat itu ia ditugasi gurunya untuk mengarang dengan tema
keluarga. Dalam bayangan itulah alur terlihat mundur. Setelah berselang
beberapa waktu, lamunan tersebut kembali ke keadaan nyata, dimana tokoh utama
tersebut berada di dalam kelas untuk mengarang. Saat itulah alur terlihat maju
kembali.
Hal ini
dapat dibuktikan melalui kutipan di bawah ini :
“Ketika
berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan
gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman
yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur.
Tumpahan bir berceceran diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana.
Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia
yang terus menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah”.
“Tiga puluh menit lewat tanpa
permisi. Sandra mencoba berpikir tentang “Ibu”. Apakah ia akan menulis tentang
ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik. Seorang wanita yang selalu
merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan dan kaki
kanannya selalu naik keatas kursi.
Apakah
wanita itu Ibuku? Ia pernah terbangun malam-malam dan melihat wanita itu
menangis sendirian
a. Satuan
Peristiwa dalam Cerpen “Pelajaran Mengarang”
1. Pelajaran
mengarang di mulai Ibu Guru Tati memberikan waktu 60 menit. (paragraf 1)
2. Ibu Guru
Tati menawarkan tiga judul yang ditulisnya di papan putih. Judul pertama
“Keluarga Kami yang Berbahagia”. Judul kedua “Liburan ke Rumah Nenek”. Judul
ketiga “Ibu”. (paragraf 2)
3. Ibu Guru
Tati memandang 40 anak yang manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum
tahu kelak akan mengalami nasib macam apa.(paragraf 4)
4. Sepuluh menit berlalu. Sandra, 10 Tahun, belum
menulis sepatah kata pun di kertasnya.(paragraf 3)
5. Setiap kali
tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan
besar, karena ia harus betul-betul mengarang.(paragraf 5)
6. Ketika
berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran
sebuah rumah yang berantakan.(paragraf 6)
7. Mama Sandra
marah.jangan ganggu tamu Mama,” ujar sebuah suara dalam ingatannya, yang
ingin selalu dilupakannya.(paragraf 7)
8. Lima belas
menit lewat tanpa permisi. Sandra
mencoba berpikir tentang “Ibu”.(paragraf 8)
9. Sandra bertanya kepada Mamanya tentang Papanya. Mama
Sandra menjawab ada.(paragraf 8)
10. Dua puluh
menit berlalu. Ibu Guru Tati mondar-mandir di depan kelas. Sandra mencoba
berpikir tentang sesuatu yang mirip dengan “Liburan ke Rumah Nenek”.(paragraf 9)
11. adalah
gambar seorang wanita yang sedang berdandan dimuka cermin. Seorang wanita
dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba
tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya.(paragraf 9)
12. Sandra kena
marah kembali denagn sebutan Setan dari mamanya.(paragraf 10)
13. Sandra
dititipkan ke tempat Mami Saat marti berkerja.(paragraf 10)
14. Sandra tidak
mengerti kenapa ada wanita di ruang kaca dan di tunjuk oleh laki-laki.(paragraf
11)
15. Sandra masih
memandang keluar jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung terbang
dengan kepakan sayap yang anggun.(paragraf 13)
16. Tiga puluh
menit lewat tanpa permisi. Sandra mencoba berpikir tentang “Ibu”. Apakah ia
akan menulis tentang ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik.(paragraf
14)
17. Sandra
terbangun malam-malam saat Mamanya menangis sendirian.(paragraf 14)
18. Wanita itu tidak menjawab, ia hanya menangis,
sambil memeluk Sandra.(paragraf 15)
19. Marti marah
kembali kepada Sandra sambil mengucapkan kata-kata kotor.(paragraf 15)
20. Sandra membersihkan
muntahan Mamanya.dan bertanya Mama kerja apa.(paragraf 16)
21. Sandra
berfikir kalau wanita itu mencintainya dengan membawanya ke taman bermain.(paragraf
18)
22. Kadang-kadang
sebelum tidur Marti membacakan dongeng untuk Sandra.(paragraf 19)
23. Setelah membacakan
dongeng marti mencium Sandra, sambil berkata agar Sandra menjadi anak yang
baikm-baik.(paragraf 19)
24. Sandra
selalu belajar untuk menepati janjinya,menjadi anak yang patuh namun sikap mama
sandra selalu berubah.(paragraf 20)
25. Sandra ingat
akan pager mamanya yang selalu
berbunyi saat merias diri dimuka cermin.(paragraf 20)
26. Sandra
membacakan isi pesan dalam pager
mamanya.(paragraf 21)
27. Sandra tahu,
setiap kali pager ini menyebut nama hotel, nomor kamar, dan sebuah jam
pertemuan, ibunya akan pulang terlambat. Kadang-kadang malah tidak pulang
sampai dua atau tiga hari.(paragraf 22)
28. Sandra tahu,
setiap kali pager ini menyebut nama
hotel, nomor kamar, dan sebuah jam pertemuan, ibunya akan pulang terlambat.(paragraf
22)
29. Empat puluh
menit lewat sudah. Ibu Guru Tati menyuruh mengumpulkan karangan tersebut.(paragraf
23)
30. Belum ada
secoret kata pun di kertas Sandra. Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda.
Ada sebagian anak yang telah mengumpulkan.(paragraf 24)
31. Ibu Guru
Tati bertanya kepada Sandra kenapa ketasnya
masih kosong.(paragraf 24)
32. Sandra tidak
menjawab. Ia mulai menulis judulnya: Ibu. Tapi, begitu Ibu Guru Tati pergi, ia
melamun lagi.(paragraf 24)
33. Ia
juga hanya berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong
ranjang. Wanita itu barangkali mengira ia masih tidur.(paragraf 25)
34.
Ibu Guru Tati menyuruh mengumpulkan karena waktu
habis. Sandra masih belum mempunyai karangan akhirnya dia hanya membuat Ibuku seorang pelacur… (paragraf 26)
b. Analisis Fungsi dalam Cerpen “Pelajaran
Mengarang”
Setiap
satuan peristiwa berperan sebagai penyebab atau akibat maupun sekaligus sebagai
sebab dan akibat bagian satuan peristiwa lain. Maka berikut ini adalah
identifikasi satuan fungsi/satuan hubungan. Peristiwa yang lebih dahulu
berfungsi sebagai penyebab, dan satuan peristiwa yang kemudian sebagai
akibatnya.
1-2 21-23
3-2 23-24
4-5 26-27
4-6 28-29
8-10 30-31
13-14 32-33
19-20 34
Cara
selanjutnya adalah mengubungkan-hubungkan satuan peristiwa sebagai upaya
penyusunan berdasarkanlogika rasional dan sebagai berikut.
3. Analisis
Tokoh dalam Cerpen “Pelajaran Mengarang”
Analisis tokoh:
Bu Guru Tati
: Masih muda,
belum berkeluarga, berkaca mata tebal. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan
di bawah ini.
“
Dari balik kaca-matanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis,
yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib
macam apa”.
“Ibu
Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya”.
Sandra : berumur 10
tahun, masih sekolah kelas V, penurut kepada orang tua, sensitif. Hal ini dapat
dibuktikan pada kutipan dibawah ini.
“Tapi
Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang
keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin kencang. Ingin rasanya ia lari
keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya.
Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir
tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”, “Ibu”.
Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci”.
“.
Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci”.
“Anak-anak
kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja”.
Marti (mama
sandra) : pelacur, pemabuk, kurang perhatian, pemarah, bibir merah. Hal ini dapat
dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
“Diam,
Anak Setan!” atau “Bukan urusanmu, Anak Jadah” atau “Sudah untung kamu ku kasih
makan dan ku sekolahkan baik-baik. Jangan cerewet kamu, Anak Sialan!”
“Ketika
berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan
gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman
yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur.
Tumpahan bir berceceran diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana.
Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah
manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari
sekolah”.
“Suatu
malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia
muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel
muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai
ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk”.
“.
Maka, berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus mengeluaran
asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat,
dan pager …”.
Mami
(seseorang yang dianggap nenek oleh sandra) :
Sudah tua, pemarah. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan di bawah ini.
“dengan
“Liburan ke Rumah Nenek” dan yang masuk kedalam benaknya adalah gambar seorang
wanita yang sedang berdandan dimuka cermin. Seorang wanita dengan wajah penuh
kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu
sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu
sangat memabukkan Sandra.
“Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu
kuajak ke tempatku kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang
kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!” Wanita itu sudah tua dan
menyebalkan. Sandra tak pernah tahu siapa dia. Ibunya memang memanggilnya Mami.
Tapi semua orang didengarnya memanggil dia Mami juga. Apakah anaknya begitu
banyak? Ibunya sering menitipkan Sandra pada Mami itu kalau keluar kota
berhari-hari entah ke mana”.
4. Analisis Latar dalam Cerpen “Pelajaran
Mengarang”
a. Unsur
Latar
Istilah latar tidak hanya diartikan
sebagai latar giografisnya saja tetapi juga faktor-faktor sosial dan historis,
waktudan tempat terjadinya, peristiwa dalam plot. Disamping itu unsur-unsur
latar meliputi: tempat yang secara giografis aktual, meliputi topografi, pemandangan
detail-detail dalam ruangan. Pekerjaan atau eksetensi keseharian tokoh. Waktu
dalam gaya mengambil tempat misalnya priode historis, musim, masa, tahunan.
Demikianlah hal-hal yang dipedomani dari
latar salah satu pembangunan cerita.
Tempat:
latar tempat cerita cerpen ini adalah disebuah kelas, rumah, klub malam tempat
kerja mama sandra. Hal ini dapat dibuktikan memlalui kutipan di bawah ini.
“Anak-anak
kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja. Ibu Guru Tati menawarkan
tiga judul yang ditulisnya di papan putih. Judul pertama “Keluarga Kami yang
Berbahagia”. Judul kedua “Liburan ke Rumah Nenek”. Judul ketiga “Ibu”.
“Ketika
berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan
gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman
yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur.
Tumpahan bir berceceran diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana.
Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah
manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari
sekolah”.
“Di
tempat kerja wanita itu, meskipun gelap, Sandra melihat banyak orang dewasa
berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga mendengar musik yang keras, tapi
Mami itu melarangnya nonton”.
Latar Waktu: Siang Hari : Hal ini dapat
dibuktikan saat sandra saat berada di dalam kelas saat pelajaran mengarang
berlangsung. Walaupun pengarang tidak mencantum kapan peristiwa tersebut
terjadi tapi dalam membaca cerita tersebut kita dapat mengetahui kalu sekolah
tersebut di siang hari.
Malam
hari: hal ini dapat di buktikan melalui kutipan di bawah ini.
“Ia
juga hanya berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong
ranjang. Wanita itu barangkali mengira ia masih tidur. Wanita itu barangkali
mengira, karena masih tidur maka Sandra tak akan pernah mendengar suara
lenguhnya yang panjang maupun yang pendek di atas ranjang. Wanita itu juga tak
mengira bahwa Sandra masih terbangun ketika dirinya terkapar tanpa daya dan lelaki
yang memeluknya sudah mendengkur keras sekali. Wanita itu tak mendengar lagi
ketika dikolong ranjang Sandra berbisik tertahan-tahan “Mama, mama …” dan
pipinya basah oleh air mata”.
“Suatu
malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia
muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel
muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai
ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk”.
Latar
sosial, Suasana: saat membaca cerpen “Pelajaran Mengarang”
dapat dilihat saat Sandra begitu kesusahan dalam membuat karangan karena Sandra
harus benar-benar mengarang. Karena judul yang diberikan oleh Bu Tati itu semua
tidak pernah terjadi dalam kehidupannya yang mempunyai ibu seorang pelacur. Hal
ini dapat di buktikan melalui kutipan dibawah ini.
“Setiap kali
tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan
besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa
adanya seperti anak-anak yang lain. Untuk judul apapaun yang ditawarkan Ibu
Guru Tati, anak-anak sekelasnya tinggal menuliskan kenyataan yang mereka alami.
Tapi, Sandra tidak, Sandra harus mengarang. Dan kini Sandra mendapat pilihan
yang semuanya tidak menyenangkan”.
“Ketika
berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan
gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman
yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur.
Tumpahan bir berceceran diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana.
Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah
manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari
sekolah”.
5. Analisis
Pengisahan/Sudut Pandang dalam Cerpen “Pelajaran Mengarang”
Sudut pandang dan pusat pengisahan
yaitu sebagai siapa pengarang dalam cerita. Menurut atmazaki (1990:106)
mengatakan “posisi pencerita atau pengisahan dalam karya sastra di bedakan
beberapa sudut pandang. Adakalanya pengarang sebagai orang pertama, sebagai
orang sampingan, atau sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat tampil dan
mengetahui setiap peristiwa yang terjadi dalam cerita. Pengarang juga dapat
menceritakan orang lain. Ini dapat dilihat pada cerpen “Pelajaran Mengarang”
dalam cerpen ini pengarang menceritakan orang lain. Apat dilihat pada tokoh Sandra, Ibu Guru Tati, Mami, Marti, dan
anak-anak teman sekelas Sandra. Teknik yang dipakai oleh pengarang adalah
teknik Dia-an.
Pengarang
sebagai orang ketiga yang serba tahu apa yang dialami oleh para tokoh. Dalam
hal ini pengarang lebih fokus terhadap tokoh yang mengalami konflik dalam
dirinya. Dalam Cerpen “Pelajaran
Mengarang” lebih fokus ke dalam konflik yang dialami oleh diri tokoh. Sebagai
contoh sandra yang mengalami tekana batin dan kejiwaan dalam menghadapi
persoalan hidupnya dan di paksa untuk benar-benar mengarang.
Bukan hanya itu saja Sandra yang menjadi tokh utama dala cerpen ini
berada dalam tekanan batin dan kejiwaan dalam mengahdapi kenyataan kalu dalam
pelajaran mengarang dia benar-benar harus mengarang. Lain halnya denagn marti
Mama Sandra dia adalah seorang pelacur yang palin banyak penggemar. Sedangkan
Ayah Sandra tidak tau siapa karena Mamanya seorang pelacur. Walaupun seorang
pelacur marti tidak menginginkan anaknya seperti dia makannya di sekolahkan.
Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan di bawah ini.
“Setiap kali
tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan
besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa
adanya seperti anak-anak yang lain. Untuk judul apapaun yang ditawarkan Ibu
Guru Tati, anak-anak sekelasnya tinggal menuliskan kenyataan yang mereka alami.
Tapi, Sandra tidak, Sandra harus mengarang. Dan kini Sandra mendapat pilihan
yang semuanya tidak menyenangkan”.
“Ketika berpikir tentang “Keluarga
Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang
berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di
meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran
diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung.
Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus
mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah”.
Kutipan yang menggambarkan keadaan
fsikis marti (Ibu Sanda) dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini.
“Wanita itu tidak menjawab, ia hanya
menangis, sambil memeluk Sandra. Sampai sekarang Sandra masih mengingat
kejadian itu, namun ia tak pernah bertanya-tanya lagi. Sandra tahu, setiap
pertanyaan hanya akan dijawab dengan “Diam, Anak Setan!” atau “Bukan urusanmu,
Anak Jadah” atau “Sudah untung kamu ku kasih makan dan ku sekolahkan baik-baik.
Jangan cerewet kamu, Anak Sialan!”.
“Kadang-kadang, sebelum tidur wanita
itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa inggris dengan
gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium
Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik”.
“Apakah wanita itu Ibuku? Ia pernah terbangun
malam-malam dan melihat wanita itu menangis sendirian.
“Mama, mama, kenapa menangis, Mama?”.
Menurut Luxemburg (1989:121) Si juru
cerita bertindak sebagai perantara antara dunia fiktif dan dunia pembaca. Dalam
Cerpen “Pelajaran Mengarang” kita menemukan hal demikian. Dengan membaca cerpen
ini kita dapat tentang kehidupan keluarga sandra melalui penceritaan. Pengarang
menceritakan bagaimana Sandra amat kesulitan dalam mengarang yang bagi sebagian
orang mengarang itu sangat menyenangkan namun bagi sandra dia benar-benar harus
mengarang. Karena keluarganya tidak lengkap dan tidak seperti keluarga lain
anak-anak lain yang memiliki keluarga lengkap. Walaupun berat Sandra tetap
mengarang dengan membuka aibnya sendiri denngan membuat hanya satu kalimat
denagn ibuku seorang pelacur. Hal ini diperkuat melalui kutipan dibawah ini.
“Ketika berpikir tentang “Keluarga
Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang
berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di
meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran
diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung.
Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus
mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah”.
6. Analisis
Tema dan Amanat
Tema yang diangkat adalah kehidupan
seorang anak kecil yang memiliki seorang ibu pelacur. Anak seorang pelacur yang
tak bisa menyelesaikan tugasnya, tugas mengarangnya yang berhubungan dengan
keluarga yang tak pernah ia miliki seperti anak seumuran dengannya.
kesimpulannya, tema cerpen Pelajaran Mengarang adalah diskriminasi perlakuan
sosial. Karena anak yang seharusnya menikmati masa kecil denagn bahagia harus
mengurusi muntah ibunya ,kaleng dan botol minuman bekas ibunya setelah menerima
tamunya dirumah. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan di bawah ini adalah
sebagai berikut :
“Sepuluh menit segera berlalu. Tapi
Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang
keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin kencang. Ingin rasanya ia lari
keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya.
Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir
tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”, “Ibu”.
Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci”.
“Setiap kali tiba saatnya pelajaran
mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus
betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak
yang lain. Untuk judul apapaun yang ditawarkan Ibu Guru Tati, anak-anak
sekelasnya tinggal menuliskan kenyataan yang mereka alami. Tapi, Sandra tidak,
Sandra harus mengarang. Dan kini Sandra mendapat pilihan yang semuanya tidak
menyenangkan”.
“Ketika berpikir tentang “Keluarga
Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang
berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di
meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran
diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung.
Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus
mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah”.
Amanat
yang dapat diambil dalam cerpen “Pelajaran Mengarang ini adalah 1) kita bisa
belajar menjadi sabar atas apapun situasi kita, 2) bagaimana pun orang tua kita
kita harus tetap hormat kepadanya, 3)janganlah menyebut perkataan kotor di
depan anak, 4)sebagai guru kita harus memberikan kebebasan kepada seseorang
untuk menentukan judul apa yang akan menjadi judul karangannya, 5)sebagai
seorang guru juga harus bisa mengayomi murid bukan hanya mengajar saja.
6. Interpretasi
Berdasarkan analisis
masing-masing unsur dalam pembahasan sebelumnya, maka dapat di interpretasi
mulai dari alur/pengaluran, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, tema
dan amanat yang akan di simpulkan sebagai berikut.
Pertama, alur yang terdapat
dalam cerpen ini secara keseluruhan terdiri 34 sekuen. Alur yang digunakan
yaitu alur campuran, di mana tokoh langsung berdialog, kemudian kembali dan
merenung dan berpikir kembali kesimpulan yang diperolehnya tentang “pelajaran
Mengarang” Kedua, analisis tokoh/karakter dijumpai bahwa tokoh utama yaitu
Sandra di mana memiliki keterlibatan dominan
dari awal penceritaan hingga akhir. Sementara tokoh Marti dan Ibu Guru Tati,
Mami berfungsi sebagai tokoh tambahan. Penokohan yang memusatkan kepada
protagonis adalah Marti dan antagonis adalah Sandra, Ibu Guru Tati
Untuk tokoh statis-dinamis,
rata-rata tokoh mempunyai kedudukan statis sesuai pengarang menggunakan tempat
di atas rumah, sekolah, klub malam. Sementara latar waktu tidak dijelaskan
karena cerpen ini di terbitkan pada tahun 1993 KOMPAS.
Keempat, dalam analisis
pusat pengisahan/suduut pandang secara umum pengarang menyajikan teknik
penceritaan dia-an dimana Sandra berperan sebagai tokoh utama . Terakhir, untuk
tema dan amanat dalam cerpen ini dapat diketahui bahwa tema dari cerpen “Pelajaran
Mengarang” yaitu kisah tentang seorang anak bernama Sandra anak seorang pelacur
yang tidak memiliki keluarga yang utuh karena tidak mempunyai ayah. Dalam
pelajaran mengarang yang diberikan Bu Guru Tati Sandra mengalami kesulitan
karena dia harus benar-benar mengarang. Judul yang di berikan bu guru tati
sangat berbeda dengan realita kehidupannya yang serba kelam karena setiap hari
dia harus membersihkan muntahan ibunya sehabis pulang ibunya bekerja. Berbeda
dengan anak-anak lain yang hidup serba indah dan hanya menceritakan kembali
cerita perjalanan mereka. Hal ini dapat dibuktikan di bawah ini.
1) Latar
Belakang Permasalahan
Awal
cerita dalam cerpen ini adalah saat Ibu Guru Tati memulai pelajran mengarang
namun sandra tidak bisa mengarang karena dia harus benar;benar mengarang. Hal
ini dapat di buktikan melalui kutipan di bawah ini.
“Pelajaran mengarang sudah dimulai.
“Kalian punya waktu 60 menit”, ujar Ibu Guru Tati.
“Anak-anak kelas V menulis dengan
kepala hampir menyentuh meja. Ibu Guru Tati menawarkan tiga judul yang
ditulisnya di papan putih. Judul pertama “Keluarga Kami yang Berbahagia”. Judul
kedua “Liburan ke Rumah Nenek”. Judul ketiga “Ibu”.
“Ibu Guru Tati memandang anak-anak
manis yang menulis dengan kening berkerut. Terdengar gesekan halus pada pena
kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati.
Dari balik kaca-matanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis,
yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib
macam apa”.
“Sepuluh menit segera berlalu. Tapi
Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang
keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin kencang. Ingin rasanya ia lari
keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya.
Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir
tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”, “Ibu”.
Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci”.
2) Permasalahan Utama
Saat
pelajaran mengarang tersebut Sandra kesulitan dengan semua judul yang diberikan
Ibu Guru Tati. Yang kenyataanya sandra tak seperti teman- mempunyai keluarga
yang utuh. Hal ini dapat dibuktikan
dalam kutipan dibawah ini.saat
mulai mengarang dan sandra tidak tahu harus memulai dari mana.
“Dua puluh menit berlalu. Ibu Guru
Tati mondar-mandir di depan kelas. Sandra mencoba berpikir tentang sesuatu yang
mirip dengan “Liburan ke Rumah Nenek” dan yang masuk kedalam benaknya adalah
gambar seorang wanita yang sedang berdandan dimuka cermin. Seorang wanita
dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba
tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada
alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra”.
“Ketika berpikir tentang “Keluarga
Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan.
Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di
lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran diatas
kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung. Pintu
yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus mendengkur,
bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah”.
Hal
ini terjadi saat sanrdra memikirkan tulisan apa yang akan di buatnya. Hal ini
dapt dibuktikan melalui kutipan dibawah ini.
“Tiga
puluh menit lewat tanpa permisi. Sandra mencoba berpikir tentang “Ibu”. Apakah
ia akan menulis tentang ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik.
Seorang wanita yang selalu merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan
selalu pakai tangan dan kaki kanannya selalu naik keatas kursi”
3). Jalan
Keluar masalah
Karena
tidak tau ingin meulis apa maka Sandra menulis satu kalimat saja. Hal ini dapat
dibuktikan melalui kutipan di bawah ini.
“Setelah
membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu guru Tati berkesimpulan, murid-muridnya
mengalami masa kanak-kanak yang indah.
Ia memang belum sampai pada karangan Sandra, yang hanya berisi kalimat
sepotong”.
Ibuku seorang pelacur…
C. Penutup
1. Kesimpulan
Dalam cerpen “Pelajaran Mengarang” cerpen ini
merupakan karya naratif dengan mengandalkan kekuatan imajinasi dalam proses
penciptaannya. Sebagai karya rekaan, cerpen mempunyai sturktur dalam (struktur
intrinsik) yang terdiri atas alur atau plot, latar atau setting, penokohan,
sudut pandang, dan gaya bahasa. Tema dan amanat juga demikian, karena
permasalahan ini yang hendak dikemukakan pengarang. Dalam cerpen biasanya hanya
ditemukan satu kesatuan permasalahan, seperti di mulai dari sebab, masalah dan
akibat. Oleh sebab itu, pada pembahasan kali ini akan di ulas struktur dalam
(unsur intrinsik) dalam sebuah cerpen di mulai dari alur/ pengaluran,
penokohan, latar/ setting, penydutpandangan, gaya bahasa, tema dan terakhir
yaitu amanat.
Dalam
cerpen “Pelajaran Mengarang” kesimpulan yang dapat kita ambil adalah sebagai
Guru bukan hanya sebagai mengajar saja tetapi sebagai pengayom dan kita juga
harus mengetahui kondisi siswa kita. Karena kehidupan setiap siswa tidak sama dengan kehidupan siswa lainnya.
Sama halnya dengan Sandra dari keluarga yang Broken Home tidak mempunyai ayah
dan mempunyai kehidupan yang serba aneh baginya.
Hal ini disebabkan sebagai anak
kecil dia seharusnya tidak mengetahui segala urusan yang membuat dia merasa
berbeda dari orang lain. Seperti halnya anak-anak lain Sandra juga butuh perhatian
penuh. Dalam Cerpen ini pengarang juga bisa mengajak pembaca masik kedalam
ceritanya. Dengan cerita yang dapat di mengerti, logis sehingga kita sebagai
pembaca dapat mengerti pesan apa yang disampaikan dan simpati kepada sandra.
2. Saran
Sebaiknya
para calon guru, orang tua, remaja maupun para maupun para orang tua setidaknya
membaca cerpen ini karena cerpen ini dapat membuat kita memehami ada keluarga
yang lebih menderita dan lebih menderita. Dari Cerpen ini kita juga dapat
mengetahui sisi Psikologis anak-anak yang berasal dari keluarga Broken home.
Daftar
Rujukan
Atmazaki. 1990. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Padang: Angkasa Raya.
Luxemburg. Dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Muhardi dan Hasanuddin. 1992. Prosedur Analisis Fiksi. Padang: IKIP
Padang Press
.
Cerpen “Pelajaran Mengarang” Karya Seno Gumira Ajidarma
Pelajaran mengarang sudah dimulai.
“Kalian punya waktu 60 menit”, ujar Ibu Guru Tati.
Anak-anak kelas V menulis dengan
kepala hampir menyentuh meja. Ibu Guru Tati menawarkan tiga judul yang
ditulisnya di papan putih. Judul pertama “Keluarga Kami yang Berbahagia”. Judul
kedua “Liburan ke Rumah Nenek”. Judul ketiga “Ibu”.
Ibu Guru Tati memandang anak-anak
manis yang menulis dengan kening berkerut. Terdengar gesekan halus pada pena
kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati.
Dari balik kaca-matanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis,
yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib
macam apa.
Sepuluh menit segera berlalu. Tapi
Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang
keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin kencang. Ingin rasanya ia lari
keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya.
Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir
tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”, “Ibu”.
Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci.
Setiap kali tiba saatnya pelajaran
mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus
betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak
yang lain. Untuk judul apapaun yang ditawarkan Ibu Guru Tati, anak-anak
sekelasnya tinggal menuliskan kenyataan yang mereka alami. Tapi, Sandra tidak,
Sandra harus mengarang. Dan kini Sandra mendapat pilihan yang semuanya tidak
menyenangkan.
Ketika berpikir tentang “Keluarga
Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang
berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di
meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran
diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung.
Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus
mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah.
“Lewat belakang, anak jadah, jangan
ganggu tamu Mama,” ujar sebuah suara dalam ingatannya, yang ingin selalu
dilupakannya.
***
Lima belas menit telah berlalu.
Sandra tak mengerti apa yang harus dibayangkanya tentang sebuah keluarga yang
berbahagia.
“Mama, apakah Sandra punya Papa?”
“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi,
tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu!
Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
Apakah Sandra harus berterus terang?
Tidak, ia harus mengarang. Namun ia tak punya gambaran tentang sesuatu yang
pantas ditulisnya.
Dua puluh menit berlalu. Ibu Guru
Tati mondar-mandir di depan kelas. Sandra mencoba berpikir tentang sesuatu yang
mirip dengan “Liburan ke Rumah Nenek” dan yang masuk kedalam benaknya adalah
gambar seorang wanita yang sedang berdandan dimuka cermin. Seorang wanita
dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba
tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada
alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra.
“Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu
kuajak ke tempatku kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang
kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!”
Wanita itu sudah tua dan
menyebalkan. Sandra tak pernah tahu siapa dia. Ibunya memang memanggilnya Mami.
Tapi semua orang didengarnya memanggil dia Mami juga. Apakah anaknya begitu
banyak? Ibunya sering menitipkan Sandra pada Mami itu kalau keluar kota
berhari-hari entah ke mana.
Di tempat kerja wanita itu, meskipun
gelap, Sandra melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket.
Sandra juga mendengar musik yang keras, tapi Mami itu melarangnya nonton.
“Anak siapa itu?”
“Marti.”
“Bapaknya?”
“Mana aku tahu!”
Sampai sekarang Sandra tidak
mengerti. Mengapa ada sejumlah wanita duduk diruangan kaca ditonton sejumlah
lelaki yang menujuk-nunjuk mereka.
“Anak kecil kok dibawa kesini, sih?”
“Ini titipan si Marti. Aku tidak
mungkin meninggalkannya sendirian dirumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”
Sandra masih memandang keluar
jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung terbang dengan kepakan
sayap yang anggun.
***
Tiga puluh menit lewat tanpa
permisi. Sandra mencoba berpikir tentang “Ibu”. Apakah ia akan menulis tentang
ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik. Seorang wanita yang selalu
merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan dan kaki
kanannya selalu naik keatas kursi.
Apakah wanita itu Ibuku? Ia pernah
terbangun malam-malam dan melihat wanita itu menangis sendirian.
“Mama, mama, kenapa menangis, Mama?”
Wanita itu tidak menjawab, ia hanya
menangis, sambil memeluk Sandra. Sampai sekarang Sandra masih mengingat
kejadian itu, namun ia tak pernah bertanya-tanya lagi. Sandra tahu, setiap
pertanyaan hanya akan dijawab dengan “Diam, Anak Setan!” atau “Bukan urusanmu,
Anak Jadah” atau “Sudah untung kamu ku kasih makan dan ku sekolahkan baik-baik.
Jangan cerewet kamu, Anak Sialan!”
Suatu malam wanita itu pulang
merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergelatak
tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan itu tanpa
bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai ibunya itu sudah biasa pulang
dalam keadaan mabuk.
“Mama kerja apa, sih?”
Sandra tak pernah lupa, betapa
banyaknya kata-kata makian dalam sebuah bahasa yang bisa dilontarkan padanya
karena pertanyaan seperti itu.
Tentu, tentu Sandra tahu wanita itu
mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza
ini atau ke plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim,
kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali makan wanita itu selalu
menatapnya dengan penuh cinta dan seperti tidak puas-puasnya. Wanita itu selalu
melap mulut Sandra yang belepotan es krim sambil berbisik, “Sandra, Sandra …”
Kadang-kadang, sebelum tidur wanita
itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa inggris dengan
gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium
Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik.
“Berjanjilah pada Mama, kamu akan
jadi wanita baik-baik, Sandra.”
“Seperti Mama?”
“Bukan, bukan seperti Mama. Jangan
seperti Mama.”
Sandra selalu belajar untuk menepati
janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh. Namun wanita itu tak selalu
berperilaku manis begitu. Sandra lebih sering melihatnya dalam tingkah laku
yang lain. Maka, berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus
mengeluaran asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah
yang pucat, dan pager …
Tentu saja Sandra selalu ingat apa
yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu berbunyi, kalau sedang
merias diri dimuka cermin, wanita itu selalu meminta Sandra memencet tombol dan
membacakannya.
DITUNGGU DI MANDARIN
KAMAR: 505, PKL 20.00
Sandra tahu, setiap kali pager ini
menyebut nama hotel, nomor kamar, dan sebuah jam pertemuan, ibunya akan pulang
terlambat. Kadang-kadang malah tidak pulang sampai dua atau tiga hari. Kalau
sudah begitu Sandra akan merasa sangat merindukan wanita itu. Tapi, begitulah ,
ia sudah belajar untuk tidak pernah mengungkapkanya.
***
Empat puluh menit lewat sudah.
“Yang sudah selesai boleh
dikumpulkan,” kata Ibu guru Tati.
Belum ada secoret kata pun di kertas
Sandra. Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda. Beberapa anak yang sampai
hari itu belum mempunyai persoalan yang terlalu berarti dalam hidupnya menulis
dengan lancar. Bebarapa diantaranya sudah selesai dan setelah menyerahkannya
segera berlari keluar kelas.
Sandra belum tahu judul apa yang
harus ditulisnya.
“Kertasmu masih kosong, Sandra?” Ibu
Guru Tati tiba-tiba bertanya.
Sandra tidak menjawab. Ia mulai
menulis judulnya: Ibu. Tapi, begitu Ibu Guru Tati pergi, ia melamun lagi. Mama,
Mama, bisiknya dalam hati. Bahkan dalam hati pun Sandra telah terbiasa hanya
berbisik.
Ia juga hanya berbisik malam
itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong ranjang. Wanita itu
barangkali mengira ia masih tidur. Wanita itu barangkali mengira, karena masih
tidur maka Sandra tak akan pernah mendengar suara lenguhnya yang panjang maupun
yang pendek di atas ranjang. Wanita itu juga tak mengira bahwa Sandra masih
terbangun ketika dirinya terkapar tanpa daya dan lelaki yang memeluknya sudah
mendengkur keras sekali. Wanita itu tak mendengar lagi ketika dikolong ranjang
Sandra berbisik tertahan-tahan “Mama, mama …” dan pipinya basah oleh air mata.
“Waktu habis, kumpulkan semua ke
depan,” ujar Ibu Guru Tati.
Semua anak berdiri dan menumpuk karanganya di meja
guru. Sandra menyelipkan kertas di tengah. Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu
Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya. Setelah
membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu guru Tati berkesimpulan,
murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.
Ia memang belum sampai pada karangan
Sandra, yang hanya berisi kalimat sepotong:
Ibuku seorang
pelacur…
Palmerah, 30 November 1991
*) Dimuat di harian Kompas, 5 Januari 1992.
Terpilih sebagai Cerpen Pilihan Kompas 1993.